NTB (armnews) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Barat (NTB), Prof. H. Syaiful Muslim menilai Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) terutama yang kini tinggal di Asrama Transito Majeluk, Mataram, bandel atau bengel dalam bahasa Sasak.
“SKB tiga menteri sudah keluar, namun mereka tetap saja tidak mau membaur dengan masyarakat bahkan melaksanakan salat Jumat di asrama bukan di masjid,” katanya kepada ANTARA di Mataram, Jumat.
Kalau sikapnya tetap bandel seperti sekarang dikhawatirkan mereka akan diusir oleh masyarakat dari Asrama Transito, karena warga sekeliling asrama terutama warga Majeluk tidak senang dengan tingkah laku mereka.
Sebanyak 130 jemaat Ahmadiyah hingga kini masih ditampung di Asrama Transito sejak rumahnya di Ketapang, Desa Gegerung, Lingsar, Lombok Barat dirusak dan dibakar massa lebih dari dua tahun lalu.
Dikatakan, mereka bisa bertahan hidup lebih dari dua tahun di asrama karena diduga mendapat bantuan dari luar negeri, sebab kalau tidak dari mana mereka bisa dapat makanan.
MUI bersama Kanwil Departemen Agama NTB hampir bosan memberikan bimbingan dan dakwah kepada jemaat Ahmadiyah dan kalau diberikan bimbingan malah mereka mengajak berdebat.
Saat ini yang menjadi masalah adalah seolah bukan keyakinan, tetapi telah dibelokkan kepada ekonomi sebab kalau mereka kembali keajaran Islam yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang akan memberi makan.
Pemerintah memerintahkan kepada penganut JAI untuk menghentikan penyebaran, penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam.
“Penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW dan itu sesuai dengan isi SKB,” tegasnya.
SKB bukan intervensi negara terhadap keyakinan seseorang melainkan upaya pemerintah sesuai kewenangan yang diatur oleh UU dalam rangka menjaga dan memupuk ketentraman beragama dan ketertiban kehidupan bermasyarakat, katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan NTB, Drs. H. Junaidi Najamudin menjelaskan, bantuan beras diberikan pemerintah pusat sebanyak 400 gram perorang perhari.
Sementara dari dana APBD NTB hingga kini belum dianggarkan untuk bantuan beras bagi warga Ahmadiyah.
“Jika jatah beras habis kita selalu meminta kepusat dan sekarang sedang diusulkan untuk mendapat jatah beras sekitar 12 ton,” katanya.
Sejumlah jemaat Ahmadiyah ingin pulang kekampung halamannya di Ketapang karena sudah bosan tinggal diasrama, namun keinginan itu tidak akan terwujud sebelum mereka kembali ke ajaran Islam, katanya. (prince/mdnews/bbs)