DUMAI (Arrahmah.com) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Dumai, Provinsi Riau, Roza`i Akbar menghimbau agar tayangan berbau pornografi, pornoaksi, dan provokatif yang dapat memicu konflik SARA dihilangkan tidak hanya saat bulan Ramadhan, tetapi juga untuk selamanya.
Selainitu, Roza’I juga menghimbau agar umat Muslim di wilayahnya untuk menjaga hati dan pikiran agar tetap “bersih” selama menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan 1432 Hijriah.
“Bulan Ramadhan adalah bulan suci umat Islam. Untuk itu sebaiknya kita menyucikan hati dan fikiran serta mempertebal iman dan ketakwaan kita terhadap yang maha kuasa, Allah SWT,” kata Roza`i di Dumai, Selasa (26/7/2011).
Roza’i juga mengingatkan hal yang penting lain, yakni jangan sampai umat Islam meninggalkan shalat lima waktu karena shalat adalah tiang agama dan kunci umat Muslim menyucikan diri dari segala tindak tanduk yang sengaja maupun tidak sengaja terlontar oleh perbuatan maupun mulut setiap harinya.
“Selain shalat dan menyucikan hati pikiran, sesama manusia baik umat muslim maupun nonmuslim sebaiknya juga saling memaafkan agar puasa dijalani dengan tanpa beban dosa,” ujarnya.
Roza`i berharap bulan puasa tahun tidak dikotori oleh berbagai hal atau kegiatan yang dapat memancing perbuatan dosa dan kekisruhan.
“Sebaiknya juga, tempat-tempat maksiat seperti lokalisasi serta hiburan malam ditutup tanpa ada toleransi guna meminimalisir potensi atau kemungkinan terjadinya kesenjangan sosial yang dapat menyulut kekisruhan,” ucapnya.
Bagi yang beragama lain, kata dia, diharapkan juga untuk menghormati umat muslim yang tengah menjalani ibadah puasa.
“Hidup ini akan terasa indah apabila keharmonisan sesama manusia mulai dari saling menghormati dan menghargai selalu tertata dan terjaga,” tuturnya.
Selain itu Roza’I mengharapkan peran aktif pemerintah, kepolisian dan para jurnalis untuk dapat mengantisipasi berbagai hal yang berpotensi memunculkan ketersinggungan SARA dan lainnya yang dapat memecah belah rasa persaudaraan.
Terkait hal tersebut, ia berpendapat sebaiknya pemerintah menerbitkan aturan khusus di bulan puasa, seperti memberikan jam-jam buka tertentu kepada pengusaha rumah makan dan restoran serta menyarankan tutup bagi tempat-tempat “berbau” maksiat.
Pihak kepolisian sebaiknya melakukan intensifikasi pengawasan dan pengamanan di seluruh sektor mengingat saat Ramadhan dan jelang Lebaran Idul Fitri biasanya tingkat kejahatan meningkat.
Sedangkan untuk jurnalis atau media khususnya elektronik, Roza’i mengharapkan agar senantiasa menerbitkan berita-berita yang berbau Islami. Menghindari pornografi dan pornoaksi serta berita provokatif.
Sementara itu, terkait tayangan berbau pornoaksi dan pornografi, MUI Kota Cilegon meminta bisokop untuk membatasi tayangan film berbau pornografi dan mengundang syahwat.
“MUI Kota Cilegon meminta tayangan-tayangan film baik barat maupun Indonesia yang berbau pornografi agar tidak ditayangkan, karena tayangan tersebut merusak generasi bangsa,” kata Ketua MUI Kota Cilegon, KH Udi Hudori, Selasa (26/7).
Dia menegaskan, pembatasan ini tidak hanya berlaku sepanjang Ramadhan, tetapi juga selamanya.
“Kami berharap Kota Cilegon ini benar-benar menjadi kota yang relegius. Jadi tayangan yang berbau pornografi tidak bisa diputar di Cilegon, apalagi film barat yang katanya ada adegan orang berduaan dan bermesraan,” katanya.
Dia menyebut lembaga sensor film tidak menyensor dengan ketat terhadap film-film yang tayang di biskop-bioksop.
Ia mengungkapkan pada dasarnya MUI tidak melarang atau membatasi film-film baik barat maupun Indoensia, tetapi yang diharapkan oleh MUI adalah pemutaran film tersebut adalah yang benar-benar tidak ada unsur pornografinya. (ans/arrahmah.com)