SAMARINDA (Arrahmah.com) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda, Kaltim, KH Zaini Naim mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghentikan tayangan kuis berhadiah.
“Kuis berhadiah itu merupakan bentuk perjudian sehingga seharusnya tidak ditayangkan di televisi,” katanya di Samarinda, Sabtu (9/7/2011).
Ia juga mengatakan penayangan kuis pada tengah malam juga bukan sebagai solusi.
“Kami sebatas memberikan nasehat namun yang berkepentingan menghentikan dan menindak penayangan kuis berhadiah tersebut adalah KPI,” kata Zaini.
Zaini Naim meminta KPI segera menidak stasiun televisi yang menayangkan kusi berhadiah tersebut. Ia berpendapat diminta ataupun tidak, jika sebuah tayangan yang dinilai dapat merusak moral, KPI seharusnya langsung bertindak. Minimal memberikan teguran tetapi jika tetap melanggar stasiun televisi tersebut harus diberi sanksi tegas.
Kuis berhadiah yang ditayangkan beberapa stasiun televisi, tidak memberi dampak positif bagi masyarakat tetapi justru sebaliknya. Terlebih pembawa acara kuis tersebut berpakaian seronok sehingga hal itu tidak mencerminkan budaya bangsa tetapi justru merusak moral.
“Dua aspek yang mendasari penayangan kusi berhadiah tersebut harus dihentikan yakni adanya unsur judi dan pornoaksi,” kata Zaini.
Selain tayangan kuis berhadiah, ia mengungkapkan banyak siaran televisi mengabaikan norma agama. Padahal seharusnya tayangan televisi menjadi media yang dapat mencerdaskan dan memperbaiki moral generasi muda.
Lebih lanjut ia menyesalkan tayangan-tayangan yang memperlihatkan aksi kekerasan dan perkataan tidak sopan serta pornoaksi seperti halnya sinetron dan film-film Indonesia yang kini mulai bermunculan.
“Jika terus dibiarkan hal ini tentunya akan sangat berbahaya bagi moral generasi muda,” Zaini Naim.
Terkait hal tersebut, Ketua MUI Samarinda juga meminta peran orang tua untuk membentengi anaknya dari pengaruh negatif tayangan televisi.
Sementara itu, Zaini Naim menyoroti banyaknya kegiatan yang digelar di tengah masyarakat maupun pemerintah yang juga mengarah perjudian, salah satunya kegiatan gerak jalan.
“Gerak jalan santai yang memungut biaya dari peserta kemudian menjanjikan hadiah, itu masuk dalam praktik perjudian,” katanya.
Jika hasil pemungutan dana itu dimaksudkan untuk sumbangan bagi korban bencana ataupun kegiatan sosial lainnya bukan termasuk kategori judi, sepanjang penyelenggara tidak menjanjikan hadiah kepada peserta sehingga motivasi orang yang mengikuti kegiatan tersebut hanya untuk mendapatkan hadiah, jelasnya.
hal tersebut, Zaini Naim mengungkapkan diperlukan peran ulama untuk menyampaikan pemahaman kepada masyarakat maupun pemerintah untuk menghindari kegiatan yang mengarah pada perjudian. (ans/arrahmah.com)