SUMENEP (Arrahamh.com) – Dari jutaan masjid dan mushalla di seluruh Indonesia, yang paling unik ternyata ada di pulau garam Madura, tepatnya di Desa Beluk Kenek, Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep.
Di desa itu terdapat seorang kyai kharismatik yang cukup terkenal seantero Madura, Kyai Achmad Munib namanya. Kiyai berusia 80 tahun ini terkenal gigih mendukung penegakan syariat Islam dan menentang Pancasila sejak Pancasila tersebut dijadikan asas tunggal di Indonesia.
Untuk mempertahankan keyakinannya menolak Pancasila, KH Achmad Munib sering berkonsultasi maupun berdebat dengan beberapa kiai di antaranya, Abu Bakar Ba’asyir, Habib Riziq Syihab, dan KH Hasyim Muzadi.
Kyai tawadhu’ ini memiliki cukup banyak santri. Beliau tidak pernah keluar dari komplek rumahnya jika tidak ada keperluan penting, karena hari-harinya disibukkan dengan ibadah dan pembinaan santri. Ia tinggal bersama seorang istri, Farhah (60) dan dua anaknya.
Di area rumahnya terdapat sebuah masjid yang cukup besar, namanya Masjid Anti Pancasila. Masyarakat umum, siapapun diperbolehkan melaksanakan shalat dan beribadah di masjid tersebut, karena bukan masjid eksklusif. Di bagian depan masjid terdapat plakat bertuliskan Arab pegon: “Anti Pancasila Kewajiban Kita Umat Islam”.
Salah seorang warga di sekitar komplek rumah kyai Achmad Munib menuturkan kejadian unik seputar plakat “anti Pancasila” ini.
Suatu ketika Kapolsek mendapat laporan mengenai arti “plakat Arab pegon” itu. Ia pun marah dan berusaha menutupi logo dari semen. Namun karena tidak berani melakukan secara langsung, maka Kapolsek itu menyuruh anak buahnya satu-persatu untuk melempari logo tulisan tersebut dengan semen sampai tertutup penuh.
Qadarullah, setelah kejadian itu sang Kapolsek jatuh sakit hingga meninggal. Sejak itu beredar kabar beraroma klinik bahwa sang Kapolsek kuwalat, sehingga para polisi lain di daerah itu tak berani berbuat macam-macam dengan masjid Anti Pancasila tersebut.
Ada juga beberapa polisi lain yang berusaha menutup logo tulisan itu, namun begitu ketahuan salah satu santri kyai Achmad Munib, polisi itu langsung diusir paksa.
Polisi: mendirikan negara Islam dan menyatakan anti Pancasila merupakan hak individu
Aparat kepolisian bukan tidak tahu keberadaan KH Achmad Munib yang menyatakan anti Pancasila. Namun karena ajaran itu tidak berdampak pada lingkungan sekitar, maka polisi belum perlu mengamankan yang bersangkutan.
Wakapolres Sumenep, Kompol Achmad Husin, menjelaskan, setiap warga negara harus punya ideologi sesuai dengan yang berlaku di negara Indonesia. Jika ada yang tidak mengakui perlu dipertanyakan.
Akan tetapi, keinginan untuk mendirikan negara Islam dan menyatakan anti Pancasila merupakan hak individu. “Selama keinginan itu tidak berdampak pada warga dan tidak ada pengikutnya, biarkan saja,” kata Kompol Achmad Husin, di ruang kerjanya, Jalan Urip Sumoharjo, Rabu (6/1/2010).
“Sampai saat ini Sumenep aman-aman saja,” ujarnya.
PWNU Jatim: Tak perlu tindakan khusus terhadap dakwah anti Pancasila
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur memiliki pandangan lain terhadap Pancasila. Ketua PWNU Jatim, KH Mutawakil Allallah menganggap kelima sila Pancasila, mulai dari sila pertama hingga sila kelima tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Meski memiliki pandangan lain dengan Achmad Munib, Ketua PWNU Jatim menyatakan tidak perlu tindakan khusus terhadap dakwah anti Pancasila.
“Saya kira tidak perlu upaya khusus. Karena saya yakin, ajaran mereka tidak akan diterima masyarakat. Hanya ulama di sekitarnya yang perlu memberikan pemahaman agar dia tidak menyebarkan dan ditanyakan apa latar belakangnya mengatakan Pancasila tidak sesuai dengan syariat Islam,” jelas juga Pengasuh Pondok Pensantren Gengong, Kraksaan, Kab Probolinggo, Rabu (6/1).
MUI Madura: Ajaran Kiyai Anti Pancasila tidak menyimpang
Meski mengajarkan anti Pancasila, Ketua MUI Kecamatan Dasuk, Sumenep, KH Syamsul Arifin menilai ajaran agama yang disampaikan KH Achmad Munib tidak ada yang aneh.
Ajaran anti Pancasila yang dilakukan KH Achmad Munib sama dengan ajaran agama Islam pada umumnya. Praktik ibadah dan perilaku setiap harinya tidak menyimpang dari Al-Qur’an dan Hadits.
“Hanya menyatakan Anti Pancasila dan mempunyai keinginan mendirikan negara Islam,” ujar Syamsul Arifin di rumahnya, Desa Nyapar, Kecamatan Dasuk, Sumenep, Rabu (6/1).
Ajaran anti Pancasila, kata dia, tidak berdampak pada masyarakat sekitar. Bahkan, warga sekitar menilai jika ajaran yang diberikan kiai Munib hal yang aneh tidak perlu diikuti.
“Warga tidak mengikuti pemahaman Anti Pancasila itu, namun tidak berani merusak tulisan yang ada di masjid,” ungkapnya.
Sementara, salah seorang anggota DPRD Sumenep, A Samsul Rizal, mengatakan kiai yang mengaku anti Pancasila itu tergolong kiai Jadap, atau salah seorang yang kehidupannya antara khilaf dan waliyullah.
“Apa yang disampaikan menjadi tanda-tanda dan sulit untuk dilogikakan. Namun, soal anti Pancasila juga tidak ada pengaruh pada lingkungan,” kata Samsul saat ditemui di kantornya, Jalan Trunojoyo.
Masyarakat sekitar, tambah dia, tidak mau untuk membicarakan kiai tersebut yang berkaitan dengan Pancasila. Sebab diyakini akan terjadi konsekuensi tersendiri. Konsekuensi itu terjadi secara ghaib.
“Warga yang tidak suka dengan ideologi anti Pancasila itu ya tidak mau membicarakan, mereka membiarkan saja,” pungkasnya. [/muslimdaily/detik/voa-islam/arrahmah.com]