JAKARTA (Arrahmah.com) – Masalah halal ini tidak boleh main-main. Jangan dianggap sebagai urusan sekunder, apalagi tersier. Tapi ini merupakan urusan pokok, masalah yang utama. Kalau makanan yang masuk ke dalam mulut itu tidak halal, “fan-naaru awlaa bih”, maka neraka-lah akibatnya. Demikian dikemukakan Dr.H. Abd. Rahman Dahlan, MA., dalam sidang Komisi Fatwa (KF) MUI di Jakarta, beberapa waktu lalu. Kemudian anggota KF MUI ini mengutip hadits Nabi saw yang tegas menyatakan: “Setiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram, maka api neraka lebih utama baginya (lebih layak membakarnya).” (H.R. At-Thabrani).
Oleh karena itu, “Kehalalan pangan dan konsumsi pangan yang halal menjadi kepedulian, bahkan prioritas para ulama, termasuk kami di Komisi Fatwa MUI,” tandas dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini.
Maka, Ketua PB Al-Wasliyah ini menambahkan, menindak-lanjuti informasi dari LPPOM MUI tentang beberapa restoran terkemuka yang banyak dikunjungi umat, namun belum mendapatkan Sertifikat Halal MUI, para pimpinan MUI dan Komisi Fatwa MUI akan mengadakan Gerakan Nasional Seruan Halal (GNSH).
Selaras dengan peran “Khidmatul Ummah”, pelayanan bagi umat, dan “Himayatul Ummah”, melindungi umat, juga sesuai dengan hasil-hasil Rakernas MUI baru lalu yang mengusung semangat “Meningkatkan Kinerja dan Pelaksanaan Program Prioritas MUI”, maka MUI merancang beberapa program prioritas. Termasuk diantaranya ialah, menghimbau agar para pengurus MUI pusat maupun daerah propinsi sampai kabupaten dan kecamatan, juga Ormas-ormas Islam, para da’i, ustadz dan ulama agar melakukan gerakan bersama, mengingatkan umat dan masyarakat tentang urgensi dan kepedulian akan pangan halal dan mengkonsumsi produk yang telah mendapat Sertifikat Halal MUI,”
Harus berani bertanya
“Setiap kali akan membeli dan mengkonsumsi produk pangan, atau makan di restoran, harus bertanya terlebih dahulu, apakah produk yang dijual telah mendapat Sertifikat Halal MUI. Kita arahkan umat dan masyarakat agar berani bertanya dan mau menolak kalau ternyata produk yang ditawarkan tidak halal. Dan memang harus bertanya,” tegasnya lagi.
Karena, ia menjelaskan pula, mencari dan mengkonsumsi makanan yang halal itu perintah wajib di dalam Al-Quran. Dan sebaliknya, harus pula menolak makanan yang tidak halal, agar tidak mendapat dosa dengan ancaman siksa neraka itu tadi. Dan kalau ragu-ragu, tentu haruslah ditinggalkan. Karena kalau ragu-ragu, itu berarti Syubhat. Dan kalau berbuat yang syubhat, berarti mendekati atau bahkan bisa berarti berbuat yang haram. Na’udzubillahi min dzalik.
Sebagai implementasinya, MUI Pusat akan membuat surat edaran untuk para pimpinan dan pengurus MUI seluruh Indonesia, juga untuk Ormas-ormas Islam yang akan diteruskan kepada para anggota dan masyarakat luas, tentang aspek yang sangat urgen ini. Hal ini sekaligus sebagai implementasi dari program kerja yang telah dirancang bersama dalam Rakernas.
(azmuttaqin/halalmui/arrahmah.com)