JAKARTA (Arrahmah.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur (Jatim) meminta masyarakat mewaspadai aliran Syiah agar tak berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa Timur.
Menurut Ketua MUI Jawa Timur KH Abdussomad Bukhori, kelompok Syiah boleh diakui eksistensinya tapi jangan diberikan fasilitas untuk berkembang.
“Aliran Syiah jangan berkembang dan merembet ke tempat lain. Indonesia itu isinya orang Sunni walaupun NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad semuanya sunni. Syiah itu kelompok kecil harus mengerti-lah,” kata Abdussomad di Kompleks Mapolda Jatim, Surabaya, Jumat (30/12) seperti dilansir Okezone.
Kendati demikian, dia mengaku tidak sepakat dengan aksi kekerasan yang terjadi di Pesantren Syiah, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben Kabupaten Sampang, kemarin. Abdussomad juga berharap tidak ada pihak-pihak yang memancing di air keruh terkait insiden tersebut.
“Mengembangkan Syiah di Madura tentunya sangat berat. Kita kekerasan tidak setuju tapi jangan ada yang mancing-mancing agar terjadi kekerasan itu,” katanya.
MUI sendiri, tegasnya, sudah melakukan beberapa langkah-langkah terkait kasus di Sampang itu. Meski belum sampai pada tahap fatwa haram terkait keberadaan Syiah di Indonesia.
Sebab, jika kekuatan Syiah berkembang setara dengan kekuatan Sunni di Indonesia, dia khawatir sering terlibat kerusuhan mengingat kedua aliran ini memiliki kekuatan yang sepadan, mirip dengan kondisi di Irak dan Iran.
“Saya kira Jawa Timur ini adalah kondisi yang sangat pas. Akhirnya kondisinya menjadi kondusif,” katanya.
Tambah KH Abdussomad Bukhori , jika sebuah negara terdapat dua aliran ini dengan kekuatan yang sama,maka negara tersebut tidak akan tentram.
“Sunni dan Syiah memang tidak bisa ketemu. Rukun Imannya saja berbeda,” jelas Abdussomad.
Dia menjelaskan, ada beberapa perbedaan yang menonjol di Syiah dengan umat Islam pada umumnya. Azan saja berbeda di Syiah, lantunan Azan diubah ada tambahan dua bait.
“Di Syiah salat saja berbeda, yakni salat Zuhur dan Asar digabung jadi satu. Kemudian salat Maghrib dan Isya. Perbedaan itulah yang tidak bisa ketemu dengan umat Islam pada umumnya,” jelasnya.
Dia menambahkan nikah mut’ah (nikah kontrak) diperbolehkan di Syiah.
Abdussomad menjelaskan Syiah terbagi menjadi beberapa sekte. Ada sekte beraliran ekstrem dan moderat. “Sekte yang lunak ini ajarannya tetap bertentangan dengan umumnya umat Islam,” tukasnya.
Apa yang membuat kekhawatiran ulama terhadap syiah jika hidup berdampingan dengan sunni? Hal tersebut dikarenakan syi’ah mempunyai pandangan yang burk terhadap ahlu sunnah atau sunni. Pandangan buruk tersebut terkait keyakinan mereka bahwasanya kaum muslimin atau ahlus sunnah wal jama’ah adalah kafir dan harus diperangi. Keyakinan tersebut dapat kita lihat pada kitab-kitab pegangan kaum syiah.
Al-Majlisi, ulama Syi’ah kenamaan, yang menyusun kitab Biharul Anwar –ensiklopedi hadits Syi’ah yang terdiri dari 110 jilid–. Pada jilid ke 30, hal. 399, dia menyatakan:
“Saya katakan: Dalil yang menunjukkan bahwa Abu Bakar, Umar dan orang yang sejalan dengan mereka adalah kafir, juga menunjukkan pahala melaknat dan memusuhi mereka, yang menunjukkan bid’ah mereka, terlalu banyak untuk disebutkan dalam satu jilid atau berjilid-jilid buku, apa yang telah kami nukilkan di atas sudah cukup bagi orang yang diberi petunjuk Allah ke jalan yang lurus.”
Wallahu’alam bishshowab.
(Bilal/arrahmah)