SURABAYA (Arrahmah.com) – Kekhawatiran penutupan Dolly memicu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), ditepis oleh Sekretaris MUI Jawa Timur, Muhammad Yunus. Menurutnya, penutupan Dolly sudah dirancang secara holistik dengan mempertimbangkan aspek humanis, integrasi dengan kebijakan sosial, dan solusi berkelanjutan.
Dia menyatakan bahwa penutupan Dolly tidak akan dilangsungkan dengan mengusir paksa para pelacur atau mucikari. Paska resmi ditutup, baik mucikari dan pelacur diberi pilihan, pulang ke daerah asal masing-masing atau tetap tinggal di sana dengan larangan membuka kembali praktek pelacuran.
“Mereka diizinkan untuk tetap tinggal di sana tapi harus beralih kegiatan, jika tidak, sanksi hukum menanti” ujar Yunus di kantor MUI Jawa Timur (15/06).
Proses pemulangan dan pemberian stimulan modal usaha untuk eks pelacur dilakukan sehari setelah Dolly ditutup pada tanggal 18. Karena jumlah target sasaran yang banyak, sekitar 1022 orang, pembagian dilakukan secara bertahap per Rukun Warga (RW).
Eks pelacur Dolly yang dipulangkan dan berhak menerima modal usaha setidaknya harus memenuhi tiga syarat. Pertama, telah diferivikasi sebagai pelacur Dolly, kedua,telah mendapat pelatihan life skill, dan ketiga, telah mendapat pembekalan mental spiritual.
Yunus juga menekankan, setelah resmi Dolly resmi ditutup, tidak ada alasan bagi pelacur atau mucikari untuk terus beroperasi. Bahkan jika mereka beralasan belum menerima dana stimulan modal usaha. (azm/surya/eza/arrahmah.com)