BLITAR (Arrahmah.com) – Pernyataan ini disampaikan Sekretaris Umum MUI Jawa Timur, Imam Tabrani kepada www.hidayatullah.com menanggapi munculnya kasus sekte baru bernama “Padange Ati” (Terangnya Hati, red) yang dibawa oleh Jono, warga Desa Ngaglik Kecamatan Srengat, Blitar, Jawa Timur. Pada para pengikutnya, pria berusia 40 tahun ini dikabarkan memungut uang sebesar Rp 1 juta-Rp 4 juta.
Menurut Imam Tabrani, kecenderungan munculnya sekte sesat lahir untuk meraup materi oleh pendirinya.
“Sekte sesat kecenderungannya lebih pada uang. Pengikutnya, diwajibkan bayar sekian-sekian. Dan hal itu juga yang terjadi pada Padange Ati,” ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, sekte sesat ibarat ledakan. “Sekali meledak setelah itu mati,” tegasnya. Hal itu tidak lain lantaran kasus materi.
Untuk mengantisipasi hal itu tidak terulang, pihak MUI telah mensosialisasikan sekte-sekte yang dianggap sesat berikut dengan kriteria-kriterianya. Sosialisasi tersebut dilakukan kepada MUI daerah, ormas Islam, dan masjid.
MUI juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak asal percaya pada sekte-sekte baru. Hal itu tidak lain, lantaran sekte tersebut belum tentu sesuai dengan Islam yang benar. “Jika ada ajaran baru, seharusnya masyarakat melaporkannya ke kiai atau MUI setempat. Dan jika terbukti salah, maka akan ditindaklanjuti oleh MUI,” tegasnya
Abaikan Shalat
Belum lama ini, MUI Kabupaten Blitar mencurigai adanya sekelompok warga yang diduga penganut aliran (sekte) sesat, di Dusun Mbiluk, Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar. Sekte yang mengatasnamakan Padange Ati (PA) ini diduga sudah berani meninggalkan syariat agama yang diakui pemerintah, khususnya agama Islam.
Dugaan penyimpangan agama ini terlihat dari salah seorang anggota jamaah PA yang sebelumnya mengaku Islam, berani mengabaikan shalat. Bahkan PA menilai, dogma shalat 5 waktu sebagai tata cara pemeluk agama, masih dangkal keilmuanya.
Untuk rukun berhaji, dalam pandangan penganut PA, tidak perlu ditunaikan ke tanah suci Makkah. Haji ke Mekah dinilai sebagai kegiatan pemborosan.
Menurut keterangan Sekretaris Umum MUI Kabupaten Blitar Achmad Su’udy, kegiatan PA yang dilakukan rutin di rumah seorang warga bernama Jono (48), memiliki benang merah dengan Aliran Masuk Surga (AMS) pimpinan Suliyani asal Desa Jajar, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar.
Bahkan, kata Achmad Su’udy, sekte PA yang muncul sekitar 2007 atau 2008 silam ini sebagai pengembangan dari AMS. Sejumlah imam PA merupakan murid Suliyani.
“Hasil penyelidikan sementara, aliran yang beranggotakan sekitar 25 orang ini telah menyimpang dari akidah agama Islam. Dan ajaran yang disampaikan sama persis dengan Aliran Masuk Surga pimpinan Pak Suliyani,” terang Su’udy. (hdyt/arrahmah.com)