JAKARTA (Arrahmah.id) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim, mendorong pembentukan undang-undang anti-Islamofobia di seluruh negara, khususnya Asia Tenggara.
Sudarnoto menilai udang-undang anti-Islamofobia diperlukan sebagai upaya adanya toleransi yang kuat antar umat beragama.
“Hubungan antar agama bagus, masyarakat tidak kacau, rukun dan perdamain bisa dibangun,” ujar Sudarnoto dalam diskusi internsional pada Senin (7/8/2023).
“(Juga mendorong) negara-negara di ASEAN harus ada jaminan undang-undang (anti Islamofobia). Termasuk di Indonesia, harus ada undang-undang yang memberikan jaminan tidak ada orang yang menghina agama,” lanjutnya.
Pembentukan undang-udang anti-Islamofobia didorong oleh banyaknya kasus Islamofobia yang terjadi. Terutama aksi pembakaran Al-Qur’an yang baru-baru ini terjadi di Swedia dan Denmark.
Sudarnoto mengungkapkan bahwa MUI terpanggil oleh ayat-ayat Al-Quran terkait dengan kemanusiaan, kebebasan beragama dan menghormati perbedaan dalam memerangi Islamofobia.
“MUI melihat pada keyakinan Islam itu menganjurkan perdamaian, tidak boleh menghina agama lain, harus ada penghargaan terhadap agama lain,” kata Sudarnoto.
Ia menilai bahwa Islamofobia merupakan persoalan yang kompleks karena penyebabnya bukan hanya kebencian terhadap agama Islam tetapi juga berkaitan erat dengan politik dan kebebasan berekspresi.
Lebih lanjut, Prof Sudarnoto menjelaskan, korban dari gerakan Islamofobia bukan hanya menyangkut orang Islam, tetapi sebetulnya juga merusak kemanusiaan, hak-hak kemanusiaan, demokrasi, kedaulatan negara dan agama.
Karena itu, tegasnya, MUI sebagai payung organisasi Islam yang mewakili negara Muslim terbesar di dunia ini mendorong agar adanya undang-undang di seluruh negara di dunia, khususnya ASEAN terkait dengan anti-Islamofobia.
Terlebih Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendeklarasikan bahwa tanggal 15 Maret merupakan hari anti-Islamofobia. Sehingga, semua negara yang tergabung menjadi anggota PBB harus komitmen menjaga deklarasi tersebut.
“Deklarasi ini jangan sampai sebatas dokumen, harus digerakkan secara internasional. Karena deklarasi dari PBB ini semua negara tanpa terkecuali sepanjang menjadi anggota PBB harus komitmen menjaga ini, supaya tidak ada anti Islam, agama dan perbedaan,” tegasnya.
Sementara itu, Sekjen MUI Buya Amirsyah meminta agar umat Islam dapat bersatu untuk menyusun strategi-strategi dan solusi yang tepat menghadapi fenomena Islamofobia ini.
“Salah satu strategi yang dapat kita lakukan adalah mengajak ilmuwan di seluruh dunia untuk berpikir rasional dan menolak berbagai kekhawatiran, ketakutan, agar kita bisa hidup bersama dengan aman dan damai,” tuturnya.
Menurutnya, Islamofobia merupakan bantuk kebencian atau ketakutan yang tidak logis terhadap agama Islam, yang dapat menimbulkan kegaduhan publik, bahkan hingga terjadinya penistaan atau penodaan agama.
“Dalam pemikiran Islam, fobia dapat diartikan sebagai ‘ketakutan’ yang tidak wajar terhadap umat Islam. Jadi Islamofobia hanya bisa menjadi ketakutan yang berlebihan terhadap Islam,” ujar Buya Amirsyah. (rafa/arrahmah.id)