Jakarta (arrahmah) – Pemerintah didesak merancang Undang-Undang Aliran Sesat guna mengantisipasi kasus-kasus aliran sesat agar tak melahirkan kekerasan.
Pemerintah harus bisa mengeluarkan undang-undang aliran sesat agar kasus-kasus aliran sesat dan nabi palsu tak menyebabkan kekerasan di tengah masyarakat. Demikian salah satu pendapat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Kholil Ridwan.
“Maraknya aliran sesat membawa keresahan umat dan mendorong kekerasan. Jika hal ini terus terjadi, maka pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera merumuskan Rancangan Undang-undang (RUU) aliran sesat,” jelas KH. Kholil Ridwan, salah satu Ketua MUI Pusat saat bedah buku Nabi-Nabi Palsu di arena Islamic Bok Fair (7/2) di Istora Senayan Jakarta.
Hadir dalam acara bedah itu, pakar aliran sesat di Indonesia Amin Djamaluddin dari LPPI, dan Hartono A. Jaiz sebagai penulis buku Nabi-Nabi palsu.
Menurut Kholil, seharusnya negeri seperti Indonesia sudah ada undang-undang khusus yang mengatur aliran sesat.
“Seharusnya ada Undang-Undang khusus mengatur, agar aliran sesat tidak berkembang,” ungkap Kholil.
Ia juga berpendapat, seharusnya Departemen Agama (Depag) mengupayakan agar Indonesia memiliki Undang-undang (UU) yang menjaga aqidah dan agama Islam.
Sehingga ketika ditemukan ada tanda-tanda aliran sesat, polisi atau pun pihak berwenang dapat langsung bergerak dengan dasar UU dan tidak perlu fatwa MUI.
Beragam format aliran sesat ini harus menjadi koreksi bagi pemerintah dan menjadi hal yang harus diwaspadai oleh umat.
“Pemerintah penting untuk segera membuat aturan hukum, agar aqidah umat tetap terjaga,” ungkap Kholil.
Ia juga menyebut beberapa kasus seperti Al Qiyadah, yang dibawa Musadek; Salamullah yang dibawa Lia Aminudin; dan Ahmadiyah yang dibawa Mirza Gulam Ahmad.
“Pemerintah seharusnya telah memberikan ketegasan terhadap pelarangan Ahmadiyah,” ungkap Kholil. Pada zaman Rasulullah Muhammad SAW, nabi-nabi palsu yang muncul dijatuhi hukuman mati, karena mereka murtad dan menyesatkan umat.
Di Malaysia saja, lanjut Kholil, undang-undang semacam undang-undang yang mengatur tentang agama berlaku sangat tegas termasuk soal aliran sesat, tambah Kholil Ridwan.
“Malaysia telah terdapat UU yang melarang orang menyebarkan agama pada orang yang telah memeluk agama,” tandas Kholil.
MUI sebagai lembaga yang mengawal aqidah umat masih mengupayakan agar Departemen Agama mengusulkan pada DPR agar UU yang mengatur aliran sesat ini dapat segera dirumuskan.
Ahmadiyah harus Dibubarkan
Ditempat yang sama, Kholil Ridwan, juga mendesak kepada Kejaksaan Agung RI dan Pemerintah untuk segera mengeluarkan keputusan pembubaran Ahmadiyah.
Meski kejaksaan menjanjikan keputusan itu akan dikaji hingga tiga bulan mendatang sekitar Mei 2008.
Ia mengingatkan kepada umat Islam agar pembubaran Ahmadiyah harus terus didengung-dengungkan di setiap pengajian.
Menurut Amin Djamaluddin, telah menjadi ijmak (kesepakatan ulama) dalam OKI maupun Rabithah Alam Islami bahwa Ahmadiyah bukan agama Islam. Ahmadiyah adalah agama baru yang didirikan penjajah Inggris di india dan kini kedudukan sentralnya di London .
“Jadi wajar dan sebuah keharusan Ahmadiyah itu dibubarkan dan tidak boleh dikembangkan di Indonesia. Karena hal ini bisa merusak tatanan syariat islam,” tegasnya.
Sumber: Hidayatullah