BOGOR (Arrahmah.com) – Dewan pembina Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bogor, Jawa Barat, HE Khaerul Yunus, mengatakan, sebagai salah satu upaya dini untuk memberantas jaringan Ahmadiyah yang berkembang di masyarakat adalah membuat peraturan bupati atau peraturan daerah tentang hal itu.
“Oleh karena itu, kami MUI mendesak Pemkab dan DPRD Kabupaten Bogor untuk membentuk perda dan perbup yang melarang aktivitas jemaah Ahmadiyah,” katanya, saat ditemui usai persidangan di Pengadilan Negeri Cibinong, Rabu (23/2/2011).
Khaerul yang menjadi saksi ahli dalam persidangan lanjutan kasus dugaan penyerangan dan perusakan kampung Ahmadiyah Cisalada Bogor menyebutkan, pada 2005 telah dilakukan pernyataan sikap dalam Musyawarah Pimpinan Daerah Kabupaten Bogor, namun itu tidak mempunyai legalitas formal untuk melarang aktivitas jemaah Ahmadiyah di Bogor, sehingga aktivitas tersebut masih terus berlanjut hingga kini.
Dikhawatirkan, kata Khaerul, jika tidak segera dibuat perda dan perbup, bentrokan warga Muslim dan Ahmadiyah akan terus berlanjut, sehingga akan banyak korban berjatuhan.
“Pemerintah harus bertindak tegas. Jangan biarkan banyak korban lagi, ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut,” katanya.
Khaerul mengatakan, sejak tahun 2005 MUI Kabupaten Bogor telah mengeluarkan fatwa bahwa jemaah Ahmadiyah adalah sesat dan menyesatkan, karena telah menyimpang dari ajaran-ajaran Islam.
Fakta dan data-data mengenai penyimpangan Ahmadiyah tersebut dibeberkan oleh Khaerul di persidangan. Ia mengatakan bahwa Ahmadiyah bukanlah Islam, karena perbedaan akidah, di mana Islam berpegang pada Alquran dan Sunah, sementara Jemaah Ahmadiyah menggunakan Tazdkirah sebagai kita sucinya.
“Agar jaringan ini tidak terus menyebar, perlu dibuat perda dan perbub yang melarang aktivitas Ahmadiyah. Dan, selanjutnya bubarkan Ahmadiyah,” katanya. (ant/arrahmah.com)