JAKARTA (Arrahmah.com) – Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim mengatakan sampai saat ini pihaknya belum mengeluarkan sertifikat halal untuk produk obat-obatan.
“Menurut data LPPOM MUI belum ada satu pun obat yang beredar di Indonesia bersertifikat halal. Belum ada yang mengajukan permohonan sertifikasi juga,” katanya saat membuka seminar tentang pentingnya penyediaan produk obat halal di Jakarta, Rabu (31/3).
Dalam daftar produk halal LPPOM MUI edisi Maret 2010 ada lima produk dalam kelompok obat-obatan yang terdaftar memiliki sertifikat halal dan kebanyakan hanya berupa produk cangkang kapsul dan gelatin kapsul.
Lukman mengaku tidak tahu pasti faktor yang menyebabkan produsen obat tidak mengajukan permintaan sertifikasi halal atas produk yang dihasilkan.
“Kalau karena tidak tahu, saya pikir tidak. Kami sudah sejak lama menyosialisasikan masalah ini, pasti informasinya sampai ke mereka juga,” katanya.
Ia mengatakan mungkin produsen farmasi tidak terdorong membuat produk halal dan mengajukan permohonan sertifikasi halal atas produknya karena selama ini masyarakat juga belum begitu peduli dengan kehalalan produk obat.
Kebanyakan masyarakat, ia menjelaskan, masih menganggap obat sebagai produk yang hanya digunakan dalam keadaan darurat sehingga kehalalan materi dan proses pembuatannya tidak dianggap sebagai masalah.
“Padahal seharusnya tidak demikian. Obat untuk penyakit mematikan bisa diperlakukan demikian dengan alasan darurat tapi untuk penyakit lain yang sebenarnya bisa diobati dengan obat yang berbahan dan proses halal kan tidak,” katanya.
Menurut Ketua MUI Amidhan, hukum mengonsumsi obat dan vaksin sebenarnya sama dengan hukum mengonsumsi produk pangan yakni harus yang halal.
Ia antara lain mendasarkan itu pada Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Darda yang berbunyi: “Allah telah menurunkan penyakit dan obat serta menjadikan obat bagi setiap penyakit; maka berobatlah dan janganlah berobat dengan benda yang haram.”
“Tapi kesadaran konsumen muslim untuk mengonsumsi produk halal, termasuk obat dan vaksin, masih rendah,” katanya.
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Sri Indrawaty mengatakan pemerintah berusaha memenuhi hak masyarakat atas pelayanan kesehatan tanpa membedakan ras, golongan, agama, jenis kelamin dan kelas sosial.
Namun, ia melanjutkan, pemerintah juga memperhatikan karakter penduduk yang mayoritas muslim dan kebutuhan mereka akan produk obat yang halal.
“Ada aturan tentang pendaftaran produk di Badan POM. Waktu pendaftaran untuk mendapat ijin edar, kandungannya diperiksa dan kalau ada kandungan bahan yang tidak halal atau prosesnya bersinggungan dengan materi tidak halal keterangan mengenai itu harus dicantumkan pada kemasan,” katanya. (ant/arrahmah.com)