JAKARTA (Arrahmah.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi ajakan Grand Syekh Al-Azhar Ahmed Al Tayeb untuk menanggulangi fenomena Islamofobia di dunia. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Ahmad Heryawan (Aher) dalam perbincangan bersama Pro 3 RRI, Sabtu (13/7/2024).
Menurutnya, kebencian terhadap Islam dengan alasan yang tidak jelas di berbagai belahan dunia. Dimana seringkali pihak-pihak terkait menuduh Islam melindungi kekerasan.
“Kita tidak bisa memungkiri bahwa Islamofobia itu memang ada. Kejadian kekerasan, terorisme, kerap dialamatkan kepada Islam, padahal perilaku itu bisa dilakukan siapa saja dengan agama apa saja,” ujarnya.
Aher menyebut banyak tindak kekerasan dilakukan oleh pemeluk agama lain. Namun sayangnya, ketika kekerasan yang dilakukan oleh oknum pemeluk agama Islam disebut teroris.
“Itu kerap langsung disebut Islam keras, Islam seringkali dipojokkan,” ucapnya.
MUI, lanjutnya, berupaya menanggulangi fenomena Islamofobia ini. Salah satunya dengan meminta pihak-pihak yang menyudutkan Islam untuk menghentikan tuduhannya.
Selain itu, ujarnya, ia meminta umat Musim untuk menampilkan wajah Islam yang Rahmatan Lil Alamin.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menerima kunjungan kehormatan Grand Syekh Al-Azhar Imam Akbar Ahmed Al Tayeb, Rabu (10/7/2024). Memerangi islamofobia menjadi salah satu topik pembahasan keduanya pada pertemuan di Istana Wapres, Jakarta ini.
“Bagaimana memerangi islamofobia tidak seperti selama ini terjadi, diselenggarakan hanya oleh antara satu lembaga dengan lembaga yang lain. Yang kemudian bisa adalah (melalui) forum-forum internasional, tapi tidak melibatkan banyak kekuatan-kekuatan politik kenegaraan,” kata Juru Bicara Wapres, Masduki Baidlowi kepada wartawan usai kunjungan kehormatan Grand Syekh Al Azhar.
Di dalam pertemuan itu, Grand Syekh memberikan masukan agar dilibatkannya kekuatan politik kenegaraan dalam upaya memerangi islamofobia. Ide itu pun dinilai akan efektif sebab melibatkan berbagai negara.
“Kalau menurut Grand Syekh Al Azhar itu kalau bisa melibatkan, kekuatan politik kenegaraan. Artinya resmi negara itu saya kira akan makin bagus dan makin banyak melibatkan berbagai negara,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)