(Arrahmah.com) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis di webnya, gempa 6,9 Skala Richter mengguncang Pulau Jawa, berpusat di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (15/12/2017) malam. Gempa berpotensi terjadi tsunami.
Kepanikan warga terjadi di pusat hiburan di Jalan Martadinata, Kota Sukabumi. Menurut Adit, pekerja di salah satu hiburan malam, kepanikan terjadi saat gempa mengguncang.
“Para pengunjung berhamburan takut takut gempa,” katanya.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), satu orang warga Ciamis meninggal dan lima warga di sejumlah daerah mengalami luka.
Menurut BNPB, gempa menyebabkan banyak rumah dan bangunan mengalami kerusakan di banyak daerah.
BMKG juga melaporkan terjadi gempa susulan di Jawa Barat pada Sabtu (16/12) pagi.
Gempa susulan itu, menurut akun resmi Twitter BMKG, @infoBMKG, berkekuatan 5,7 skala richter, berpusat di barat daya Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada pukul 07.22.28 WIB. Lokasi tepatnya di 8.09 lintang selatan,106.76 bujur timur dan 129 kilometer barat daya Garut. Pusat gempa di kedalaman 10 kilometer.
Dalam Islam, musibah, bencana, dan khususnya gempa, dikaitkan dengan kemaksiatan dan kemungkaran yang dilakukan oleh manusia.
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya terlah tertulis dalam Kitab (Lauhil Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah, agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri,” (QS Al-Hadiid: 22-23)
Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, “Tenanglah … belum datang saatnya bagimu. Lalu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menoleh ke arah para sahabat dan berkata, ‘Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian’ … maka jawablah, “Berbuatlah supaya Allah ridha kepada kalian!”
Salah seorang sahabat terdekat Nabi, Umar bin Khaththab RA, rupanya mengingat kejadian itu. Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, “Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya, apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi.”
Seseorang dengan ketajaman mata bashirah seperti Umar bin Khaththab bisa merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah dan Abu Bakar As-Shiddiq telah mengundang bencana.
Umar pun mengingatkan kaum Muslimin agar menjauhi maksiat dan segera kembali kepada Allah. Ia bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali. Sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, jika manusia tak lagi mau peduli terhadap ayat-ayat Allah.
Riwayat di atas ternyata bukan sekadar dongeng atau hanya cerita fiktif belaka yang menjadi bahan ceramah para ulama atau ustadz.
Sebagian besar umat penghuni bumi, tak hanya kalangan Islam, pasti meyakini berbagai fenomena alam sebagai dampak ulah sesat manusia. Riwayat ini benar-benar nyata di kehidupan sekarang.
Apa Hubungannya dengan Maksiat?
Terdapat dua ayat dan surat dalam Al-Qur’an yang menggambarkan apakah musibah-musibah yang terjadi sebagai akibat dari perbuatan maksiat yang dilakukan umat manusia.
Hal ini terdapat dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 dan surat As-Syuura ayat 30.
Allah berfirman dalam QS Ar-Ruum 41, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”Untuk memahami ayat itu, Ustadz Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab tafsirnya, Shafwatut Tafasir, menjelaskan sebagai berikut:
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, nampaklah musibah dan petaka di darat dan lautan karena perbuatan maksiat dan dosa umat manusia. Al-Baidhawi berkata: Yang dimaksudkan kerusakan adalah paceklik, banyak kebakaran, tenggelam, sirnanya berkah dan banyaknya kerugian karena maksiat manusia.
Ibnu Katsir berkata, jelaslah bahwa kerusakan pada tanaman dan buha-buahan adalah akibat kemaksiatan manusia, sebab baiknya bumi dan langit adalah berkat ketaatan.
Supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, hal itu agar Allah membuat mereka merasakan sebagian akibat dari perbuatan mereka di dunia sebelum menghukum mereka semuanya dengan hal itu di akhirat.
Agar mereka kembali (ke jalan yang benar), agar mereka bertaubat dan meninggalkan maksiat serta dosa yang ada pada mereka.
Sedangkan dalam QS Asy-Syuura ayat 30, Allah berfirman: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar.”
Terhadap ayat ini, Ash-Shabuni menjelaskan: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, apa yang menimpa kalian wahai umat manusia berupa musibah jiwa atau harta adalah karena maksiat yang kalian lakukan. Imam Jalalain berkata, Allah menyebutkan ‘tangan’ sebab kebanyakan perbuatan dilakukan oleh tangan.
Lantas bagaimana pemahaman para Sahabat Nabi terhadap musibah. Apakah mereka juga memahami bencana sebagai buah dari kemaksiatan atau seperti yang banyak dipahami kebanyakan orang pada zaman sekarang bahwa bencana hanyalah fenomena alam?
Umar bin Khaththab sebagaimana yang disebutkan di awal, jelas menyatakan bahwa bencana (gempa) adalah akibat kemaksiatan yang dilakukan penduduk Madinah. Sahabat Ka’ab bin Malik mempunyai pendapat yang mirip dengan Umar bin Khaththab.
Ka’ab menyebut bahwa goncangan bumi adalah bentuk gemetarnya bumi karena takut kepada Allah yang Maha Melihat kemaksiatan dilakukan di atas bumi-Nya.
Bagaimana dengan pendapat ummul Mukminin Aisyah RA?
Suatu saat Anas bin Malik bersama seseorang lainnya mendatangi Aisyah. Orang yang bersama Anas itu bertanya kepada Aisyah: Wahai Ummul Mukminin jelaskan kepadaku tentang gempa. Aisyah menjelaskan, “Jika mereka telah menghalalkan zina, meminum khamar dan memainkan musik. Allah azza wajalla murka di langit-Nya dan berfirman kepada bumi: “guncanglah mereka. Jika mereka taubat dan meninggalkan (dosa), atau jika tidak, Dia akan menghancurkan mereka.
Orang itu bertanya kembali: Wahai Ummul Mukminin, apakah itu azab bagi mereka? Aisyah menjawab, “Nasihat dan rahmat bagi Mukminin. Azab dan kemurkaan bagi kafirin.” Anas berkata: “Tidak ada perkataan setelah pernyataan Rasul yang paling mendatangkan kegembiraan bagiku melainkan perkataan ini.”
Dua ayat Al-Qur’an beserta penuturan para Sahabat dan Istri Rasulullah sudah sangat jelas dan gamblang bahwa terjadinya musibah adalah karena kemaksiatan yang dilakukan oleh umat manusia.
Tanpa menyebut siapa dan dari daerah mana mereka pelaku maksiat di negeri ini. Baik perorangan maupun berkelompok, nampak jelas apa yang telah mereka lakoni, mulai dari menguras sumber daya alam seenak perut sampai dosa-dosa individu akibat buaian syaitan.
Pantaslah kalau Allah SWT terus menerus memberikan musibah kepada bangsa ini. Karena ternyata satu musibah saja tidak cukup membuat bangsa ini sadar dan bertaubat kepada-Nya. Selama kemaksiatan terus merajalela di permukaan bumi Indonesia, selama itu pula negeri ini akan terus dirundung musibah. Maka segeralah bertaubat.
Mahkamah Konstitusi dan Lolosnya Pasal LGBT
Apa Kolerasi antara Gempa dini hari tadi dengan Putusan MK sehari sebelumnya yang menolak permohonan untuk memperluas pasal zina di KUHP?
Ada tiga pasal KUHP yang dimohon untuk diuji oleh Mahkamah Konstitusi:
1. Pasal 284 tentang perzinahan, yang tadinya terbatas dalam kaitan pernikahan dimohonkan untuk diperluas ke konteks di luar pernikahan.
2. Pasal 285 tentang perkosaan, yang tadinya terbatas laki-laki terhadap perempuan, dimintakan untuk diperluas ke laki-laki kepada laki-laki ataupun perempuan ke laki-laki.
3. Dan Pasal 292 tentang percabulan anak, yang asalnya sesama jenis laki-laki dewasa terhadap yang belum dewasa dimintakan untuk dihilangkan batasan umurnya.
Namun, putusan MK yang juga menghasilkan ‘dissenting opinion’ dengan komposisi 5:4 itu, telah menolak kriminalisasi LGBT dan hubungan di luar nikah. Ini artinya, “pencabulan” suka sama suka antara sesama jenis orang dewasa, bukanlah sebuah tindakan kriminal.
Maka wajar saja jika putusan ini langsung disambut gegap gempita oleh Bani “jeruk makan jeruk” dan “partai kumpul kebo”, sebuah maksiat massal yang menodai norma, etika, akhlak, moral dan ajaran agama yang luhur. Jika hal ini tetap didiamkan oleh orang-orang waras, maka tak mustahil jika negeri ini akan segera dijungkir-balikkan.
Diam bukan lagi solusi. Wabah ini akan segera menyebar dan menular jika tak segera dihentikan. Peringatan ini sangatlah Jelas bagi orang-orang yang beriman.
“LGBT, Langsung Gempa Bumipun Terguncang! Kontan dan seketika!” seru sebuah peringatan yang beredar di media sosial.
Kita semua adalah warga Indonesia, dan penyakit ini merusak generasi kita yang terdidik dengan etika. Kita semua adalah manusia, dan epidemi menjijikkan ini mengancam kemanusiaan kita!
… رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ ۖ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا ۖ إِنْ هِيَ إِلَّا فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ ۖ أَنْتَ وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۖ وَأَنْتَ خَيْرُ الْغَافِرِينَ
“… Wahai Rabbi, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami KARENA PERBUATAN ORANG-ORANG BODOH DI ANTARA KAMI? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya,” (QS Al-A’raf: 155).
Jika saja saat ini, dua Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (Umar bin Khaththab dan Umar bin Abdul Azis) sedang bersama kita, mereka tentu akan marah dan menegur dengan keras, karena rentetan “peringatan” Allah itu tidak kita hiraukan bahkan cenderung diabaikan.
Dalam pemandangan di jagat langit, mendung hitam masih menggelayut. Dan badai pun masih menjadi ancaman. Puting beliung mungkin bakal terjadi, meski biasanya angin membahayakan ini terjadi saat musim pancaroba.
Saat ini, tidak ada cara yang lebih efektif untuk mengantisipasi sejumlah bencana yang bisa memakan korban jiwa dan harta benda itu, kecuali waspada. Untuk membuat langkah teknis, tentu tidak cukup waktu.
Waspada tidak sekadar memahami tanda-tanda alam munculnya bahaya sehingga bisa cepat menyelamatkan diri, tapi waspada juga dalam makna memahami cara-cara menyelamatkan diri saat menghadapi bencana.
Penyiapan masyarakat menghadapi kemungkinan akan datang bencana yang lebih dahsyat haruslah dimulai dari sekarang.
Hukuman Allah Mengenai Semuanya
Sesungguhnya azab Allah, ketika menimpa sekelompok masyarakat maka azab ini mencakup orang baik dan orang bejat, orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan. Semuanya sama-sama mendapatkan hukuman. Bahkan termasuk makhluk yang tidak memiliki dosa dan kesalahan, semacam anak-anak dan binatang sekalipun, mereka turut merasakannya.
Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam hadis, dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا ظهرت المعاصي في أمتي عمهم الله بعذاب من عنده ، فقلت يا رسول الله ، أما فيهم يومئذ أناس صالحون ؟ قال : بلى ، قلت : كيف يصنع بأولئك ؟ قال : يصيبهم ما أصاب الناس ، ثم يصيرون إلى مغفرة من الله ورضوان
“Apabila perbuatan maksiat dilakukan secara terang-terangan pada umatku, maka Allah akan menimpakan azab-Nya secara merata.” Aku bertanya, ‘Ya Rasulullah, bukankah di antara mereka saat itu ada orang-orang shalih? Beliau bersabda, ‘Benar.’ Ummu Salamah kembali bertanya, ‘Lalu apa yang akan diterima oleh orang ini? Beliau menjawab, ‘Mereka mendapatkan azab sebagaimana yang dirasakan masyarakat, kemudian mereka menuju ampunan Allah dan ridha-Nya’,” (HR Ahmad 6: 304).
Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa setiap musibah yang menimpa manusia, disebabkan perbuatan maksiat yang pernah mereka lakukan. Allah berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Setiap musibah yang menimpa kalian, disebabkan perbuatan tangan kalian, dan Allah memberi ampunan yang banyak dari (dari kesalahan-kesalahanmu),” (QS As-Syuro: 30).
Allah juga menceritakan keadaan umat sebelum kita:
فَكُلّاً أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِباً وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Masing-masing Kami azab disebabkan dosa mereka. Di antara mereka ada yang kami kirimi angin kencang, di antara mereka ada yang dimusnahkan dengan teriakan yang sangat pekak, ada yang Kami tenggelamkan. Allah sama sekali tidaklah menzalimi mereka, namun mereka yang bersikap zalim pada diri mereka sendiri,” (QS Al-Ankabut: 40).
Ibnul Qoyim menjelaskan, terkadang Allah memerintahkan bumi untuk begetar, sehingga terjadilah gempa bumi yang besar, agar manusia pada takut, resah, kembali bertaubat, meninggalkan maksiat, tunduk dan menyesal kepada Allah. Sebagaimana yang ditegaskan sebagian sahabat, ketika terjadi gempa bumi, beliau menyatakan:
إن ربكم يستعتبكم
“Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian.”
Disebutkan oleh Imam Ahmad, dari Shafiyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan:
زلزلت المدينة على عهد عمر فقال : أيها الناس ، ما هذا ؟ ما أسرع ما أحدثتم . لئن عادت لا تجدوني فيها
Pernah terjadi gempa di kota Madinah, di zaman Umar bin Khatab. Maka Umar berceramah, “Wahai manusia, apa yang kalian lakukan? Betapa cepatnya maksiat yang kalian lakukan. Jika terjadi gempa bumi lagi, kalian tidak akan menemuiku lagi di Madinah.”
Diceritakan oleh Ibn Abi Dunya dari Anas bin Malik, bahwa beliau bersama seorang lelaki lainnya pernah menemui Aisyah. Lelaki ini bertanya, “Wahai Ummul Mukminin, jelaskan kepada kami tentang fenomena gempa bumi!” Aisyah menjawab:
إذا استباحوا الزنا ، وشربوا الخمور ، وضربوا بالمعازف ، غار الله عز وجل في سمائه ، فقال للأرض : تزلزلي بهم ، فإن تابوا ونزعوا ، وإلا أهدمها عليهم
“Jika mereka sudah membiarkan zina, minum khamar, bermain musik, maka Allah yang ada di atas akan cemburu. Kemudian Allah perintahkan kepada bumi: ‘Berguncanglah, jika mereka bertaubat dan meninggalkan maksiat, berhentilah. Jika tidak, hancurkan mereka’.”
Orang ini bertanya lagi, “Wahai Ummul Mukminin, apakah itu siksa untuk mereka?”
Beliau menjawab:
بل موعظة ورحمة للمؤمنين ، ونكالاً وعذاباً وسخطاً على الكافرين ..
“Itu adalah peringatan dan rahmat bagi kaum mukminin, serta hukuman, azab, dan murka untuk orang kafir,” (Al-Jawab Al-Kafi, Hal. 87–88)
Dari pernyataan Umar, beliau memahami bahwa penyebab terjadinya gempa di Madinah adalah perbuatan maksiat yang dilakukan masyarakat yang tinggal di Madinah. Pernyataan ini disampaikan kepada para sahabat dan mereka tidak mengingkarinya. Ini menunjukkan bahwa mereka sepakat dengan pemahaman Umar radhiallahu ‘anhu.
Hal yang semisal juga telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadis dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau bersabda,
إذا اتخذ الفيء دولا ، والأمانة مغنما ، والزكاة مغرما ، وتعلم لغير الدين ، وأطاع الرجل امرأته ، وعق أمه ، وأدنى صديقه ، وأقصى أباه ، وظهرت الأصوات في المساجد ، وساد القبيلة فاسقهم ، وكان زعيم القوم أرذلهم ، وأكرم الرجل مخافة شره ، وظهرت القينات والمعازف ، وشربت الخمور ، ولعن آخر هذه الأمة أولها فليرتقبوا عند ذلك ريحا حمراء وزلزلة وخسفا ومسخا وقذفا وآيات تتابع كنظام بال قطع سلكه فتتابع
“Jika harta rampasan perang dijadikan kas negara (tidak lagi diberikan kepada orang yang ikut perang), amanah dijadikan rebutan, jatah zakat dikurangi, selain ilmu agama banyak dipelajari, lelaki taat kepada wanita dan memperbudak ibunya, orang lebih dekat kepada temannya dan menjauh dari ayahnya, banyak teriakan di masjid, yang memimpin kabilah adalah orang yang bejat (fasik), yang memimpin masyarakat orang yang rendah (agamanya), orang dimuliakan karena ditakuti pengaruh buruknya, para penyanyi wanita tampil di permukaan, khamr diminum, dan generasi terakhir melaknat generasi pertama (sahabat), maka bersiaplah ketika itu dengan adanya angin merah, gempa bumi, manusia ditenggelamkan, manusia diganti wajahnya, dilempari batu dari atas, dan berbagai tanda kekuasaan Allah (musibah) yang terus-menerus, seperti ikatan biji tasbih yang putus talinya, maka biji ini akan lepas satu-persatu.” (HR. Turmudzi, beliau mengatakan: Terdapat hadis semisal dari Ali, hadis ini gharib, tidak kami jumpai kecuali dari jalur ini)
Gempa Bumi Termasuk di Antara Tanda Dekatnya Kiamat
Di antara tanda dekatnya kiamat adalah seringnya terjadi gempa bumi. Disebutkan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تقوم الساعة حتى يقبض العلم ويتقارب الزمان وتكثر الزلازل ، وتظهر الفتن ، ويكثر الهرج ” قيل وما الهرج يا رسول الله ؟ قال : القتل القتل
“Tidak akan terjadi kiamat, sampai ilmu itu diangkat, waktu semakin pendek, banyak gempa bumi, fitnah meraja lela, dan banyak terjadi al-haraj.” Sahabat bertanya, apa itu al-haraj? Beliau menjawab: “Pembunuhan, pembunuhan,” (HR. Bukhari).
Bukan Hanya Fenomena Alam!
Sebagian orang tidak menerima pernyataan gempa sebagai peringatan dari Allah. Mereka beranggapan bahwa gempa sama sekali tidak memiliki kaitan dengan perbuatan dan maksiat manusia. Kejadian gempa itu murni fenomena alam, bukan hukuman Allah. Beristigfar, bukanlah solusi yang tepat dalam hal ini.
Jawaban pernyataan ini, sesungguhnya Allah menjelaskan bahwa gempa bumi, statusnya sama dengan fenomena alam yang lain. Allah ciptakan fenomena semacam ini untuk memperingatkan hamba-Nya, agar mereka meninggalkan dosa dan kembali kepada Penciptanya.Pengetahuan kita tentang sebab gempa tidaklah menihilkan bahwa itu merupakan bagian takdir Allah untuk hamba-Nya disebabkan dosa mereka. Sehingga maksiat inilah yang menjadi pemicu sebab. Ketika Allah menghendaki sesuatu, Allah ciptakan sebabnya dan Allah wujudkan akibatnya. Sebagaimana yang Allah nyatakan,
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيراً
“Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya,” (QS Al-Isra: 16).
Solusi Ketika Terjadi Bencana
Karena itu, bertaqwalah kepada Allah, takutlah kepada Allah, mintalah ampunan kepada Allah. Ingatlah firman Allah:
قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَاباً مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعاً وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآياتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ * وَكَذَّبَ بِهِ قَوْمُكَ وَهُوَ الْحَقُّ قُلْ لَسْتُ عَلَيْكُمْ بِوَكِيلٍ * لِكُلِّ نَبَأٍ مُسْتَقَرٌّ وَسَوْفَ تَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya)”. Dan kaummu mendustakannya (azab) padahal azab itu benar adanya. Katakanlah: “Aku ini bukanlah orang yang diserahi mengurus urusanmu”. Untuk setiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui,” (QS Al-An’am: 65-67).
Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim surat ke berbagai negara bagian. Isinya:
أما بعد فإن هذا الرجف شيء يعاتب الله عز وجل به العباد ، وقد كتبت إلى سائر الأمصار أن يخرجوا في يوم كذا ، فمن كان عنده شيء فليتصدق به فإن الله عز وجل قال : (قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى* وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى) وقولوا كما قال آدم : (( قَالا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ) وقولوا كما قال نوح : (( وإلا تغفر لي وترحمني أكن من الخاسرين )) وقولوا كما قال يونس : (( لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين ))
Amma ba’du, sesungguhnya gempa yang terjadi ini merupakan teguran dari Allah kepada hamba-Nya. Saya telah mengirim surat ke berbagai daerah untuk keluar pada hari tertentu. Siapa yang memiliki sesuatu, hendaknya dia sedekahkan. Karena Allah berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى* وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى
“Sungguh beruntung orang yang mengeluarkan zakat. Dia mengingat nama Tuhannya kemudian shalat.”
Dan aku perintahkan mereka untuk mengatakan sebagaimana yang diucapkan Adam:
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Ya Allah, kami telah menzalimi diri kami, jika Engkau tidak mengampuni kami dan merahmati kami, tentu kami akan menjaid orang yang rugi.”
Aku juga perintahkan agar mereka mengucapkan sebagaimana yang dikatakan Yunus:
لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين
“Laa ilaaha illaa anta, subhaanaka, sesungguhnya aku termasuk orang yang zalim,” (Al-Jawabul Kafi, Hal. 88)
Disadur dengan berbagai perubahan dari artikel: Az-Zilzal: ‘Ibarun wa ‘idzah, karya Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Habdan.
Sumber: alhabdan.islamlight.net dan lainnya
(salam-online/arrahmah.com)