MEDAN (Arrahmah.com) – Sejumlah organisasi masyarakat yang mengatasnamakan kelompok agama melaporkan Ustadz Abdul Somad (UAS) ke polisi atas tuduhan penistaan agama terkait ceramahnya yang viral.
Sejauh ini, tercatat ada beberapa kelompok masyarakat yang melaporkan UAS, yakni Brigade Meo di NTT, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Horas Bangso Batak (HBB).
UAS sudah mengklarifikasi tentang video ceramahnya tersebut. Ia mengatakan, video itu merupakan responnya untuk menjawab pertanyaan dari jama’ah dan sifat pengajian tersebut tertutup dan video tersebut sudah tiga tahun yang lalu, kenapa dipersoalkan sekarang.
Menyikapi hal tersebut, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara (MHH-PWM SUMUT) meminta agar persoalan ini tidak usah dibesar-besarkan, karena UAS melakukannya saat ceramah/pengajian di Mesjid dan disampaikan secara internal kepada umat Islam, serta ceramah tersebut direkam dan diupload ke media sosial bukanlah atas perintah UAS, bahkan UAS tidak mengetahui perekaman tersebut.
“Dan kami meminta agar kelompok yang mengatasnamakan agama tersebut untuk tidak memberikan respon yang berlebihan dari terwujudnya kebebasan beragama dan rasa toleransi yang sudah kita jaga selama ini sebagai bangsa Indonesia,” ujar Faisal SH MHum, Ketua MHH-PWM Sumut di Medan, Selasa (20/8/2019), lansir tajdid.id
Ia juga menilai, tayangan video yang beredar di media sosial telah banyak pemotongan/pengeditan sehingga menimbulkan stigma/persepsi yang berbeda dari isi ceramah yang disampaikan UAS, karena ceramahnya tidak dilihat secara utuh dan penuh.
“Jika ingin mengetahui isi ceramah tersebut hendaklah dilihat secara utuh dan penuh sehingga tidak memahaminya dengan sepotong sepotong,” ucapnya.
MHH-PWM Sumut berpendapat, ceramah yang disampaikan UAS tidak untuk menyerang atau menistakan agama tertentu. Ceramah tersebut merupakan kajian UAS akan ilmu agama yang telah dipelajari dan dipahami.
Menurutnya, Jika mengkaji akan komparasi/perbandingan agama yang satu dengan yang lain pasti akan menemui perbedaan, namun perbedaan tersebut bukanlah untuk diolok-olok, disampaikan untuk pemahaman masing-masing ummat beragama.
Secara jelas di dalam Konstitusi RI UUD 1945 telah mengatur kebebasan memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai syariat agamanya masing-masing sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UUD 1945 ayat 2 tersebut. Serta pada Pasal 28 E ayat 2 juga mengatur bahwa setiap orang berhakatas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
“Secara gamblang dan jelas Konstitusi telah mengatur hal tersebut,” tegasnya.
Dalam pandangan MHH PWM Sumut, upaya menjaga toleransi ummat beragama merupakan tanggung jawab masing-masing sebagai warga negara. Jika ini tidak bisa disikapi dengan arif dan bijak, kebebasan beragama akan terganggu serta dapat memicu konflik horizontal di antara ummat beragama, mengingat UAS adalah ulama yang sangat dicintai jama’ahnya.
“Kami juga meminta kepada masyarakat untuk tetap menjaga kerukunan umat beragama, serta juga untuk menahandiri dalam mengeluarkan pernyataan di media sosial maupun media lainnya,” jelasnya.
Jika ingin dipersoalkan, kata Faisal, sebenarnya banyak juga beredar video pemuka agama lain yang menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW.
Ia menegaskan, apabila laporan yang dituduhkan kepada UAS direspon atau ditindaklanjuti maka dikhawatirkan akan berimplikasi banyak terjadi saling lapor antar satu kelompok keagamaan terhadap keagamaan lain yang berujung akan perpecahan.
“Namun demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan juga toleransi ummat beragama, maka hal tersebut tidak layak untuk dilakukan,” ucapnya.
Namun, ia mengungkapkan, jika persoalan ini berujung pada persoalan hukum maka MHH-PWM SUMUT siap membentuk Tim Advokasi Pembela UAS demi menjaga kebebasan dalam menjalankan kepercayaan agama dan menyampaikan pandangan agama masing-masing.
“Karena hal tersebut merupakan hak yang dimiliki oleh warga negara di Indonesia,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)