JAKARTA (Arrahmah.com) – Pengurus Pusat Muhammadiyah menegaskan evaluasi terhadap siaran televisi yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia harus mempertimbangkan “maslahat” atau yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Jika yang ditampilkan di televisi tidak mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat yang menontonnya, harus diubah. Yang dirugikan masyarakat jika siaran televisi begitu-begitu saja, Kekerasan, gosip dan acara tidak bermutu lainnya,” kata Ketua Pustaka, Informasi dan Komunikasi Pengurus Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad, di Jakarta, Selasa (29/3/2016), lansir Antara.
Dia mengatakan KPI yang saat ini meminta masukan dari berbagai elemen masyarakat terkait uji publik bagi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) menjadi penting, mengingat peran televisi saat ini menjadi rujukan tontonan utama bagi masyarakat.
Menuru Dadang, siaran televisi harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan selaras dengan tujuan negara demi mencerdaskan bangsa.
Sementara, Komisioner KPI Bidang Perizinan Amirudin mengatakan tujuan uji publik adalah perbaikan konten siar terhadap 10 stasiun televisi utama di Indonesia, yaitu RCTI, SCTV, Indosiar, ANTV, MNC TV, Trans TV, Trans7, TV One, Global TV, dan Metro TV.
“Masukan publik sebagai jembatan untuk mendekatkan penyelenggaraan penyiaran sesuai minat, kepentingan, dan kenyamanan publik sebagaimana mandat UU Nomor 32/2002 pasal 34 ayat 3,” jelasnya.
Perpanjangan izin siar ini berbeda dengan permohonan IPP baru, yakni terdapat evaluasi penyelenggaraan penyiaran, bukan sekadar pemeriksaan data teknik, data administrasi, dan data program siaran semata.
Proses evaluasi ini memerlukan masukan dan pandangan publik sebagai bahan dan pertimbangan dalam pelaksanaan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) KPI dan pemohon.
Sejak uji publik disebarkan ke masyarakat hingga 31 Januari 2016, total masukan sebanyak 5.920, termasuk yang memenuhi “legal standing” 954 masukan terdiri dari 914 perseorangan dan 40 lembaga.
Adapun isi masukan yang diterima berkaitan kritik mengenai muatan TV yang tidak mendidik, kekerasan dalam program anak, infotainment yang mengumbar aib, pemberitaan yang tidak netral, berita tidak akurat dan cenderung fitnah, penggunaan hewan yang dilindungi tetapi untuk kuliner ekstrem dan siaran lainnya serta program hiburan dan komedi yang di luar batas. (azm/arrahmah.com)