JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Sekretaris Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Adam Jerusalem belum melihat urgensi diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 yang memuat tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Adam mengungkapkan, awalnya dalam perguruan tinggi Muhammadiyah sudah memiliki regulasi sendiri yang disebut Catur Darma.
“Kami itu ada catur darma, kalau di tempat lain ada tri darma perguruan tinggi dan pengajaran, penelitian dan publikasi, kemudian pengabdian ke masyarakat, di kami ada darma keempat ada Al-Islam dan ke-Muhammadiyahan,” katanya dalam diskusi Pro Kontra Permen PPKS, Ahad (13/11), lansir Merdeka.com.
Dia menuturkan, instrumen tersebut sudah digunakan kampus Muhammadiyah untuk mengatur salah satunya terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Maka, lanjutnya, permendikbud tersebut belum ada urgensinya.
“Jadi instrumen Al-Islam dan Kemuhammadiyahan ini kita gunakan untuk segala macam, termasuk di dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini,” jelas Adam.
“Jadi melalui instrumen itu kita sudah berupaya melakukan pencegahan dan penanganan, sehingga kami belum melihat urgensinya terkait dengan permendikbud ini,” lanjutnya.
Meski demikian, Adam memahami alasan Kemendikbudristek menerbitkan aturan tersebut. Namun, ia mengingatkan baiknya permendikbud itu juga mengatur nilai-nilai agama lain dan visi pendidikan sesuai UUD 1945.
“Kita bisa memahami, kita juga bisa melihat kalau Kementerian mau mengatur ini ya monggo silakan, akan tetapi nilai-nilai agama dan visi pendidikan berdasarkan undang-undang dasar ’45 pasal 31 itu bisa teraktualisasi juga di dalam permendikbud ini,” pungkas Adam.
(ameera/arrahmah.com)