JALUR GAZA (arrahmah.com) – Seorang bocah Palestina berusai sembilan tahun, Muhammad Badran, sudah tak sabar untuk memeluk kedua orang tuanya dan bermain bersama ke enam saudara-saudaranya selama tiga hari dalam liburan tahunan setelah bulan suci Ramadhan. Terlepas dari kenyataan bahwa perang “Israel” telah merenggut harapan kebahagiaan di Gaza, Muhammad Badran tetap berharap.
Tapi harapan itu hancur setelah dua peluru tank “Israel” menghantamnya dan melukai semua saudaranya. Hari-hari berlalu dengan ibunya dan pamannya yang berdiri di sampingnya di Rumah Sakit Al-Shifa. Muhammad mengatakan kepada MEMO: “Semua impian saya hancur setelah dua peluru tank “Israel” membuat hidupku gelap, dan melukai semua saudara-saudara saya.”
Pada subuh di hari pertama Idul Fitri, Muhammad dan anggota keluarganya sedang tidur nyenyak di rumah mereka. Muhammad mempersiapkan baju baru dan mainan yang dibelikan oleh ibunya untuk dia dan saudara-saudaranya untuk dipakai saat lebaran.
Muhammad kemudian pergi ke tempat tidur, berharap ibunya membangunkannya di pagi hari. Dia tidak tahu bahwa pada saat itu ia akan menutup matanya untuk selamanya. Dua peluru tank “Israel” tanpa ampun menghantam rumahnya, menghancurkan kamar tidurnya dan melukai dia dan enam saudaranya.
“Mereka sedang tidur seperti malaikat,” kata paman Muhammad kepada MEMO. “Ayah mereka sedang bersiap-siap untuk membawa mereka mengunjungi paman dan bibi mereka. Akan tetapi mereka malah dibawa ke rumah sakit.”
Semua pakaian Muhammad hangus dan mainan yang dibelinya untuk Idul Fitri hancur. Dia tidak bisa melihat impian-impiannya yang patah. Bahkan, dia mungkin tidak akan pernah lagi melihat impian-impiannya, melihat wajah-wajah orang tuanya, melihat warna mainan atau baju-bajunya lagi.
Muhammad dan salah satu saudaranya menderita luka serius. Meskipun ia tidak kehilangan penglihatannya, ia kehilangan dua matanya. Dokter mengatakan bahwa ada sedikit kesempatan ia akan bisa melihat cahaya lagi melalui donor mata atau mata buatan.
Setelah lima saudaranya sudah mulai pulih dan meninggalkan rumah sakit, ibunya merasa hatinya terbagi menjadi dua bagian; satu sisi ingin tinggal dengan Muhammad dan sisi lainnya ingin tinggal dengan saudaranya yang lain yang terluka parah di departemen yang berbeda di rumah sakit itu.
Selama 34 hari perang di Gaza, pendudukan “Israel” telah menewaskan sekitar 1.900 warga Palestina dan melukai sekitar 9.000 orang. Sebagian besar dari mereka, menurut statistik PBB, adalah warga sipil. Setidaknya 400 anak-anak yang meninggal dalam serangan itu.
Kisah Muhammad menjadi terkenal di kalangan warga Palestina dan di luar negeri. Banyak dokter dan badan amal yang menawarkan bantuan untuk mengobatinya dan membantunya agar bisa melihat cahaya lagi, dan berharap bahwa suatu hari Muhammad akan melihat wajah ayah dan ibunya lagi.
Tapi di tengah melambungnya harapan ini, penjajah “Israel” membunuh ayah Muhammad pada Sabtu pagi (9/8) saat dia sedang melakukan shalat subuh di Masjid Al-Qassam di Kamp pengungsi Al-Nusairat. Sebuah roket F16 “Israel” menghantamnya saat dia sedang shalat, menewaskan lima orang dan melukai sekitar sepuluh orang.
Nidal Badran, ayah Muhammad, adalah salah satu di antara jamaah shalat subuh yang meninggal. Sekarang Muhammad telah benar-benar kehilangan harapan untuk bisa melihat wajah ayahnya lagi. Semoga Muhammad suatu hari bisa melihat wajah ibu yang dicintainya.
(ameera/arrahmah.com)