JAKARTA (Arrahmah.com) – Penindasan yang dialami oleh Muslim Rohingya di Arakan, tidak sekedar berupa pembunuhan dan pembantaian. Muslim rohingya dalam dua tahun terakhir ini juga sulit mendapatkan akses pendidikan agama yang biasa dilakukan secara tradisonal, dikarenakan militer Myanmar banyak menangkapi ulama dan da’i di Rohingya.
“Madrasah-madrasah ditutup, kita tidak bisa lagi belajar agama, ulama yang tersisa banyak yang menyembunyikan diri dan mencukur janggutnya” kata Muhammad Rafiq salah satu pengungsi Rohingya di Indonesia kepada arrahmah.com, Jakarta, Sabtu (4/8).
Dahulu setiap kelompok keluarga, menurut Rafiq memiliki guru agama di rumah-rumah, dan tidak dipersoalkan militer Myanmar.
Lebih dari itu, menurut Rafiq kaum Muslimin juga kesulitan untuk sholat di masjid sebab dilarang pihak militer dibawah ancaman senjata. “Jangankan sholat dimasjid, pintu masjid rusak saja kita tidak boleh memperbaikinya, jadi didiamkan saja” ungkap Rafiq menggunakan bahasa Indonesia bercampur melayu.
Menurutnya, warga dan Militer Budhis tidak suka dengan bangsa Rohingya yang Muslim, para Budhis baru akan menghentikan penindasannya jika muslim Rohingya mau pindah ke agama Budha. Namun demikian belum ada satu pun kejadian masyarakat Muslim rohingya yang mau mengganti agama yang mereka anut.
“Walaupun kami sampai mati terbunuh dan disiksa, tidak ada yang mau mengganti agama” tutur Rafiq.
Rafiq sempat membantah, bahwa di Rohingya terdapat kelompok militan yang melakukan pemberontakan dan hendak mendirikan Negara Islam. Menurutnya, perlawanan memang ada dilakukan oleh warga Rohingya terhadap militer Myanmar tetapi sebatas pribadi-pribadi dengan menggunakan senjata tajam.
“Tapi mana mampu kita melawan, kita habis bunuh tentara satu orang, setelah itu tentara yang datang sangat banyak bertruck-truk” bebernya.
Bahkan, warga Rohingya dilarang bermain dan memiliki kembang api oleh pemerintah Myanmar.
“Anak-anak Budhis boleh main bunga api, kita tidak boleh, bagaimana kita punya senjata” jelas Rafiq.
Sementara itu, Dil Muhammad pengungsi yang turut menyertai rafiq mengatakan, tindak diskriminasi pemerintahan Myanmar terhadap Muslim rohingya juga dalam perkara pernikahan. Muslim Rohingya yang tidak diakui sebagai warga negara myanmar tidak bisa begitu saja hendak menikah.
” Kalau ada uang kita boleh nikah, kalau tidak ada uang tidak ada pernikahan” ungkap Dil Muhammad dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.
Tak sampai disitu, bagi warga Muslim rohingya yang mau melangsungkan pernikahan wajib bagi mereka untuk mengikuti program Keluarga berencana.
“Yang mau nikah, laki-lakinya disuntik dulu ” ujar Muhammad sambil menunjuk kearah lengan tangannya. (bilal/arrahmah.com).