JAKARTA (Arrahmah.com) – Entah setan dan hantu atau drakula jenis apa yang merasuki kelompok mayoritas Budhis dan militer Myanmar, sehingga dengan tanpa ekspresi dan biadabnya menyerang, menyiksa, memperkosa, membantai dan membunuhi Muslim Rohingya. Tak peduli, anak-anak dan wanita, mereka bantai.
Sungguh luar biasa penderitaan saudara-saudara kita Muslim Rohingya. Mereka mengalami penyiksaan, pemerkosaan bagi Muslimahnya, hingga pembakaran rumah, pembantaian dan pembunuhan yang dilakukan secara keji oleh kelompok mayoritas Budhis Rakhine dan militer Myanmar.
Hal ini terungkap dalam testimoni Muhammad Rafiq, salah satu pengungsi Rohingya pada acara Dialog InteraktifRohingya Terlunta, Wajah Kaum Minoritas yang Tertindas, yang diselenggarakan oleh International Conference of Islamic Scholars (ICIS), di Jakarta, Sabtu (4/8/2012).
Hadir dan memberikan pandangannya dalam dialog interaktif ini perwakilan Komnas HAM Asean dari Indonesia, Kemenlu, Ketua Komnas HAM Indonesia, wakil Muhammadiyah, PBNU dan Pemred HU Republika. Sekjen ICIS KH Hasyim Muzadi bertindak selaku “tuan rumah” dalam dialog ini.
Para peserta dialog dan hadirin terdiri dari berbagai kalangan, ormas Islam, Katolik, dan para wartawan yang antusias menyimak jalannya acara. Dan, dialog pun menjadi menarik saat Muhammad Rafiq membeberkan kelakuan mayoritas Budhis dan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya.
“Militer Myanmar dan Budhis Rakhine pada malam hari memasuki rumah kami, menyiksa kami, memperkosa ana-anak perempuan, dan melarang kami memasak,” cerita Rafiq.
“Tak sedikit, jika kami melawan, lalu kami, anak-anak kami dibunuh, dan rumah-rumah kami dibakar,” lanjutnya.
Rafiq dan sejumlah pengungsi lainnya sudah sekitar 9 bulan mengungsi di Indonesia. Di antara pengungsi, Rafiq adalah yang lumayan bisa berbahasa Indonesia meski masih terbata-bata. Dia berusaha menggambarkan kebiadaban kelompok mayoritas Budhis dan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya.
Menurut Rafiq, sering pula didapati Budhis memakai seragam militer, lalu menyerang Muslim. Mereka tanpa bsa-basi memasuki rumah-rumah Muslim, lalu menyiksa dan memotong tangan dan kaki anak-anak Muslim.
Keduanya, baik militer maupun Budhis saling membantu menyerang, menyiksa, membantai dan membunuh Muslim Rohingya. Jadi, cerita Rafiq, keduanya (militer dan Budhis) sama-sama melakukan penyerangan terhadap Muslim Rohingya. Ia membantah informasi yang menyebutkan seakan hanya militer Myanmar yang melakukan tindakan biadab, tapi kelompok mayoritas Budhis juga tak kalah sadisnya.
Tak berhenti sampai di situ, “Jika kami melawan sedikit saja, maka kami semua dihabisi, setelah itu rumah-rumah kami dibakar,” tuturnya. “Mereka membakar rumah kami dengan bom-bom molotov yang sudah disiapkan.”
Tak hanya rumah, masjid-masjid pun dibakar. Tak boleh ada masjid-masjid yang berdiri tegak di wilayah Muslim Rohingya. Masjid-masjid dibakar setelah mereka mendapati Muslim Rohingya ada yang memasuki masjid. Karena itulah, mereka melarang Muslim masuk masjid, melarang shalat di masjid, sehingga tak ada yang berani datang ke masjid.
Parahnya lagi, Muslim Rohingya dilarang makan. Mereka akan menangkapi Muslim Rohingya yang kedapatan sedang memasak. Pokoknya tak boleh ada yang memasak. Mereka ingin Muslim Rohingya tak memiliki makanan. Mereka melarang Muslim untuk membeli makanan atau bahan-bahan untuk memasak. Karena itu, menurut Rafiq, mereka pernah dua bulan tak makan. Akhirnya, banyak di antara mereka yang makan batang pohon pisang.
Tak bisa dipungkiri, pada intinya Muslim Rohingya mengalami kekerasan dengan sentimen keyakinan yang tinggi. Karenanya, kata Rafiq, jika Muslim Rohingya mau aman, ingin menghindari kekerasan mereka, itu bisa, asalkan bersedia mengganti keyakinan menjadi Budha. “Itu baru bisa aman,” ujar Rafiq yang saat memberikan testimoni ditemani seorang pengungsi lainnya, Din Muhammad. (salam-online.com/arrahmah.com)