(Arrahmah.com) – Muhammad II bin Murad, seorang pemuda yang kelak kita kenal dengan Muhammad Al-Fatih. Sultan Muhammad Al-Fatih dilahirkan pada 26 Rajab 833 H bertepatan 20 April 1429 M. Sejak kecil didik dengan intensif oleh ulama pilihan, diantaranya Syekh Aaq Saymasuddin.
Al-Fatih menguasai 7 bahasa ketika berumur 23 tahun dan telah menjadi gubernur ibukota ketika berumur 21 tahun. Semenjak baligh hingga meninggal, beliau tidak pernah meninggalkan shalat sunnat rawatib dan tahajjud.
Dialah yang menjemput bisyarah Rasulullah saw: “Sungguh, kota Konstantinopel pasti akan ditaklukkan. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin. Dan pasukannya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR. Bukhari)
Untuk menjemput bisyarah Rasulullah tersebut, Muhammad Al-Fatih mengerahkan semua potensi dan melakukan perencanaan yang sangat matang. Salah satunya, ia membuat benteng yang diberi nama Rumeli Hisari. Benteng ini telah menggemparkan Konstantinopel.
Benteng yang dibangun diatas selat Bosporus ini memiliki 3 menara. Dengan adanya benteng ini, mampu mencegah kapal-kapal masuk ke selat Bosporus hingga menyebabkan Konstantinopel tak bisa mendapat bantuan. Bahkan burung yang terbang melewati benteng inipun tak bisa kembali ke laut.
Namun Konstantinopel masih memiliki tembok pertahanan sepanjang 7 km di sebelah Barat. tembok itu bernama Tembok Theodosius. Pasukan manapun akan sulit menaklukkan tembok ini.
Al-Faatih mencoba menembus tembok dengan meriam yang dibuat oleh Orban. Meriam itu adalah meriam terbesar dengan panjang 82 meter dan mampu melontarkan bola dengan diameter 0,7 meter dan berat 700 kg.
Meriam besar itupun ditempatkan di benteng Rumeli Hisari dan berhasil menenggelamkan 1 kapal Venesia yang nekat mencoba menembus selat Bosphorus.
Pada 23 Maret 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih membawa pasukannya dari Edirne menuju Konstantinopel. Pasukan yang sangat besar itu melakukan shalat Jum’at termegah dan terpanjang.
Shalat jum’at dilakukan di jalan menuju Konstantinopel dengan jama’ah yang membentang sepanjang 4 kilometer dari pantai Menara hingga selat Golden Horn di Utara. Shalat Jum’at tersebut dilakukan di depan benteng Konstantinopel dengan jarak 1,5 km.
Saat sampai di Konstantinopel, Sultan dan pasukan berperang dengan seluruh kemampuan. Namun benteng konstantinopel terlalu kokoh dan meriam yang dibuat tak mampu meruntuhkannya. Sultan kemudian bermusyawarah dengan para komandan dan penasehat perang serta semua ahli strategi yang dimilikinya. Sultan menyadari bahwa Golden Horn susah diakses karena ada rantai raksasa. Padahal, jika mampu melewati Golden Horn, maka Sultan Muhammad Al-Fatih bisa membawa pasukan untuk menyerang pada benteng di sisi lain, yang kekuatannya kurang dari tembok Theodosius.
Sultan mendapatkan ide cemerlang yang tak pernah dipikirkan oleh manusia manapun. Sultan kemudian memerintahkan pasukan untuk membawa kapal-kapal mereka melewati gunung. Sebanyak 70 kapal dipindahkan dari teluk Tanduk Emas ke Selat Bosphorus melewati bukit yang penuh dengan pohon-pohon.
Saat penduduk Konstantinopel melihat kapal-kapal yang berjajar rapi di atas bukit, saat itu mereka berharap bahwa itu hanya mimpi buruk. Mereka semua berkata: Konstantinopel sudah selesai. Pasti akan runtuh. Demikian keputusasaan yang mendera penduduk Konstantinopel.
Kecemerlangan ide Muhammad Al-Fatih, melabuhkan kapal-kapal ke atas bukit akhirnya membuahkan hasil.
Pertempuran sengit terjadi antara pasukan Muhammad Al-Fatih dan tentara Konstantinopel. Hingga tanggal 28 Mei 1453, saat Muhammad Al-Fatih telah melihat kemenangan di depan mata, beliau memerintahkan pasukan untuk berhenti bertempur.
Muhammad Al-Fatih mengumpulkan pasukan dan berkhutbah. “Jika penaklukan kota Konstantinopel sukses, maka sabda Rasulullah saw. telah menjadi kenyataan, dan salah satu dari mukjizatnya telah terbukti, maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits ini, yang berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada para pasukan satu persatu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini, akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam.”
Senin, 28 April 1453. Sultan meminta pasukannya untuk berpuasa sunnah sebagai bentuk permohonan kepada Allah agar memudahkan penaklukan dengan menyucikan diri dari maksiat dan meluruskan niat.
Para ulama berkeliling tenda-tenda, memberi tausiyah, menyemangati pasukan.
Pada tanggal 29 Mei 1453. perseteruan antara tentara Salib dan Sabit pun memuncak hingga akhirnya tembakan meriam berhasil membuat lubang yang cukup lebar pada tembok Theodosius.
300 tentara Utsmani berhasil memasuki kota lewat lubang tersebut. 50 diantaranya yang dipimpin oleh Karena Pada berhasil memanjat tembok tertinggi dan mengganti panji kebesaran Konstantinopel dengan panji Utsmani.
Konstantinopel pun berhasil ditaklukkan oleh Muhammad Al-Fatih beserta pasukan. Maka terealisasilah bisyarah Rasulullah. Masih tersisa 2 bisyarah Rasulullah yang seharusnya menjadi motivasi kita untuk mengejawantahkannya.
Pertama, pembukaan kota Roma. Rasul saw. bersabda dalam hadits riwayat Ahmad: Abdullah berkata: ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah saw., beliau ditanya: Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Rumiyah? Rasul menjawab, “Kota Heraklius (Konstantinopel) dibuka lebih dahulu”.
Kedua, tegaknya Khilafah ala minhajin nubuwah. “Peiode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah ala minhajin nubuwah (kekhilafahan yang mengikuti metode kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan adhon (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang mulkan jabriyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah Swt. Setelah itu akan kembali periode khilafah ala minhajin nubuwah. Kemudian Nabi Muhammad saw. diam. ” (HR. Ahmad).
Saat ini, kita telah berada pada fase mulkan jabriyan. Maka, di hadapan kita ada masa kekhilafahan yang mengikuti metode kenabian. Untuk itu, mari kita bersama bergandeng tangan, menyatukan hati dan menyamakan langkah serta mengerahkan semua potensi kita untuk perjuangan menuju tegaknya Khilafah Rasyidah ala minhajin nubuwah. Sebab kehadiran Khilafah akan menyampaikan kita pada bisyarah Rasul tentang pembukaan Kota Roma.
Wallahu a’lam.
Penulis: Mahrita Julia Hapsari, M.Pd
(ameera/arrahmah.com)