RIYADH (Arrahmah.com) – Mufti dan ketua Dewan Ulama Senior Arab Saudi, syaikh Abdul Aziz bin Shalih Alu Syaikh mengecam keras kritikan kepada pemerintah secara terang-terangan melalui mimbar pengajian, situs internet dan stasiun TV.
Menurut sang mufti, mengkritik pemerintah secara terang-terangan “tidak akan dilakukan kecuali oleh orang yang sakit, rusak akhlak dan akidahnya”.
Dalam seminar di King Sa’ud University, Jedah pada Jum’at (23/11) malam, sang mufti mengatakan, “Mengkritik penguasa secara terang-terangan, juga melalui situs internet dan stasiun TV yang buruk serta mengkritik masyarakat secara terang-terangan adalah sebuah kesalahan, kerusakan akhlak dan akidah.”
Ia menambahkan, “Tidak ada seorang pun yang terjaga dari kesalahan. Sesungguhnya melakukan kritikan secara terang-terangan tidaklah mungkin muncul kecuali dari orang yang sakit dan menginginkan kekacauan.”
Ia menjelaskan bahwa masyarakat harus memiliki sikap yang jelas terhadap penguasa, yaitu mendukung dan membantu mereka serta memberikan nasehat dengan tulus kepada mereka. Menurutnya, meluruskan kesalahan penguasa bukanlah dengan mengungkapkan secara terang-terangan kesalahan tersebut dan melaporkannya lewat stasiun TV.
Mufti kerajaan Arab Saudi memiliki kedudukan setingkat dengan mentri. Ia diangkat langsung oleh raja Arab Saudi. Sejak awal berdirinya kerajaan Arab Saudi, mufti dan Dewan Ulama Senior merupakan salah satu tangan kanan rezim untuk melanggengkan kekuasaannya.
Mufti dan Dewan Ulama Senior selalu mengeluarkan fatwa yang mendukung kebijakan rezim Arab Saudi, walau kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan syariat Islam sekalipun. Mufti dan Dewan Ulama Senior secara tidak langsung telah meneguhkan sekulerisme di Arab Saudi, dengan sikap mereka “serahkan urusan pemerintahan kepada raja”.
Rezim Arab Saudi dikenal luas dengan reputasinya sebagai sekutu utama Amerika dan Barat di kawasan Jazirah Arab. Arab Saudi bersama Amerika memerangi mujahidin Anshar Syariah di Yaman Selatan. Agresi militer AS dan NATO ke Irak pada Perang Teluk 1990 dan perang 2003 berangkat dari pangkalan-pangkalan militer AS dan Inggris di Arab Saudi dan Kuwait.
(muhib almajdi/arrahmah.com)