CILACAP (Arrahmah.com) – Pembaca yang budiman, berikut ini kami tampilkan kesaksian dengan sumpah seorang mukmin, Wa Allahi, tentang Mudzakir Gumuk yang terang benderang disebut oleh aktivis dakwah dan jihad Abu Husna melakukan aktivitas Syiah.
Aktivitas Syiah yang dimaksud itu dari mulai mengajar materi Syiah Tau’iyyah (Indoktrinisasi) di YAPI Bangil pimpinan Husein Al-Habsyi, menikah mut’ah dengan seorang perempuan yang janda mutahnya masih didapati pada tahun 2000, hingga dia dipercaya sebagai wakil Amir Syiah Husein Al-Habsyi yang sudah diketahui Abu Husna pada tahun 1985.
Berikut ini kami tampilkan secara utuh isi kesaksian Abu Husna Abdurrohim M. Thoyyib yang kami kutip dari shoutussalam.com Selasa (24/12/2013).
Bismillahirrahmanirrahim. Wallahi, di bawah ini saya tuliskan kesaksian saya tentang Mudzakir (KH. Mudzakir Gumuk) berkaitan kepada kebohongan dan keculasan dia akan perkara Syiah Iran. Wallahu musta’an.
1. +- Tahun 1978, saya Abu Husna Abdurrohim M. Thoyyib, adalah santri di Al-Mukmin, dan dibiayai oleh Bp. Abdullah Marzuki, pemilik Penerbit dan Toko Buku Tiga Serangkai, Jl. Hayam Wuruk, Solo.
Setiap liburan pesantren saya pulang ke Tiga Serangkai, bantu-bantu di rumah atau di percetakan bersama dua teman, Imam Muqorrib dan Aminnudin, juga ada teman di sekitar sana, namanya Jiya Iskandar, putra Bp. Buyung Nurdin, kebetulan dia ngaji ke Ust. Mudzakir di masjid Gumuk. Suatu siang, saat liburan dan menginap di Tiga Serangkai, saya bermain sepeda di depan SD Mangkubumen (kalau tidak salah) bersama teman-teman.
Saat di jalan raya itu, saya ditanya oleh seorang tua berjubah dan berjenggot, “Di mana masjid Gumuk, masjidnya Ustadz Mudzakir.” Kebetulan saya sering sholat berjamaah di sana, jadi tahu juga arahnya. Saya tunjukkan tempatnya. Secara sadar saya tanya beliau, “Boleh tahu, bapak siapa dan dari mana?” Jawabnya, “Saya Husein Al-Habsyi, dari YAPI Bangil Jatim. Dua anak saya, saya titipkan di pesantrennya Ustadz Mudzakkir,” lanjutnya. Saya baru tahu bahwa di komplek masjid Gumuk itu ada pesantrennya. Dan dua anaknya Husein Al-Habsyi ada di sana. Saya juga ditanya siapa saya. “Saya Gilang nama saya, dan saya santri Al-Mukmin Ngruki”, jawab saya.
Di kemudian hari, saya tahu bahwa Husein Al-Habsyi adalah Amir Syiah di Indonesia, yang telah berbaiat kepada Imam Khomeini di Qom Iran. Dan Ustadz Mudzakir adalah wakilnya di YAPI Bangil, mengajar materi Tau’iyyah (Indoktrinisasi). Yang paling tahu terhadap hal ini adalah Sdr. Basuki Rahmat, seorang pembantu kantor di YAPI, yang pernah kami undang ke Ma’had Al-Mukmin +- tahun 1985.
2. +- Tahun 2000, saya diminta mengisi pengajian di Karanganyar di Pos, nama wilayah di sana. Setelah pengajian selesai kami berbincang dengan sebagian peserta seputar aktivitas di daerah tersebut. Di antaranya, di tempat tersebut banyak yang mengaji ke Ust. Mudzakir (Gumuk) dan beberapa perbincangan tentang indikasi Syiah di Solo. Tiba-tiba ada seorang ikhwan peserta perbincangan nyletuk, “Siapa sih yang tidak yakin bahwa Ust. Mudzakir itu Syiah, suruh saja dia main ke tempat saya, biar saya jelaskan kesaksian istri saya, bahwa istri saya adalah janda mut’ahnya Mudzakir.”
3. +- Tahun 1998 saya berkunjung ke Malaysia, ke rumah ustadz-ustadz saya di sana, di antaranya berjumpa dengan Ustadz Abdullah Sungkar (Alm). Beliau bercerita runtut tentang kehadiran Ustadz Mudzakir beberapa waktu yang kedua kali, kata beliau selama dua jam Mudzakir berbincang di rumah Ust. Abdullah Sungkar.
Dikisahkan, bahwa kehadiran Ustadz Mudzakir di Malaysia di rumah Ustadz Abdullah Sungkar adalah dengan suatu misi permohonan kepada beliau, agar beliau berkenan menetralisir tuduhan para ikhwan di solo yang menyatakan beliau itu berpaham Syiah.
Jawab beliau kepada Mudzakir, “Itu mudah saja, caranya adalah terangkan dan jelaskan kepada umat Islam bahwa Syiah adalah suatu paham bid’ah dan bahkan kufur, sesat. Dan jelaskan bahwa Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah paham yang mu’tadil, tawassuth, konsekuen dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sesuai dengan manhaj as-salaf ash-sholih. Setelah itu, dekat dan akrab-akrablah dengan muslim Ahlus Sunnah di mana saja, dan jauhi orang-orang Syiah di mana saja.”
Belakangan saya tahu bahwa jawaban Ustadz Abdullah Sungkar (alm.) tersebut sesuai dengan Al-Allamah Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah yang termuat di salah satu kitabnya. Penjelasan ustadz tersebut kami dengar bersama beberapa ikhwan lainnya.
4. Seingat saya ada sebuah majalah Islam yang memuat contoh doa laknat yang termuat di cover belakang buku ‘Hukumah Islamiyyah’, karya Imam Khomeini. Saat itu sempat kami fotocopy dan didistribusikan ke beberapa kalangan ikhwan di Solo.
Kemudian di saat kunjungan Mudzakkir dkk, Ustadz Wahyudin, Joko Beras, Dr. Sholeh, dll. dari pihak Mudzakir :
Saya, Abu Husna Abdurrohim Thoyyib, berinisiatif bertanya ke Mudzakkir di hadapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Tanya saya, “Apa pendapat Ustadz Mudzakir tentang Imam Khomeini?” Jawabnya, “Ya, saya tidak tahu pasti.” Tanya saya lagi, “Apa Antum tidak membaca buku Ukhuwah Islamiyah?” Jawabnya, “Tidak pernah.”
Saya menilai bahwa jawaban dia ini sangat tidak logis, mustahil dan tidak masuk akal! Mana mungkin Mudzakir yang berkali-kali ke kota Qom dan dari awal revolusi Islam, menjadi wakil Amir Syiah Husein Al-Habsyi, Ustadz khusus Tau’iyyah di Ma’had YAPI, mengamalkan nikah mut’ah, dll, tapi tidak pernah membaca buku “Hukumah Islamiyah”, buku aqidah kaum Rafidhah Republik Islam Iran, yang berisi doa laknat terhadap Abu Bakar dan Umar, Aisyah dan Hafshah. Dusta, kafir!
(Abu Husna Abdurrohim)
(samirmusa/arrahmah.com)