TASIKMALAYA (Arrahmah.com) – Mudzakarah Seribu Ulama dan Kongres Mujahidin V Majelis Mujahidin akan digelar di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat pada 5-7 Agustus 2018 M, bertepatan dengan tanggal 23-25 Dzulqa’dah 1439 H.
Pada Kongres Mujahidin V, Agustus 2018 ini, Majelis Mujahidin telah memasuki usia 18 tahun, terhitung sejak kongres pertama 5-7 Agustus 2000.
Kongres Mujahidin kali ini mengusung tema: “Peran Islam Dalam Menjaga Kedaulatan NKRI dan Meneguhkan Kepemimpinan Negara yang Islami”, yang bertujuan untuk menyadarkan sekaligus menyegarkan kembali ingatan bangsa Indonesia dengan masa lalunya yang barakah. Yaitu, adanya mata rantai sejarah perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia, dan diproklamasikan sebagai negara yang berdasarkan Tauhid, Ketuhanan YME.
“Kegiatan ini bertujuan memaksimalkan peran ulama serta negarawan muslim dalam mengarahkan bahtera Indonesia menuju Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur,” ujar Wakil Ketua Panitia Mudzakarah H. Oni Hamdan usai talkshow di Radar Tasikmalaya TV, Rabu 16 Mei 2018.
Di hadapan peserta Mudzakarah Perwakilan Majelis Mujahidin, 12-13 Mei 2018 di Markaz MM Jogjakarta, jelang Kongres Mujahidin ke-V di Tasikmalaya ini, Amir Majelis Mujahidin, Al-Ustadz Muhammad Thalib menyampaikan amanah yang menggetarkan jiwa dan mengungkap sejarah lahirnya Majelis Mujahidin.
“Eksistensi Majelis Mujahidin, suka atau tidak suka, telah merobah orientasi gerakan Islam di Indonesia. Sebelumnya, belum ada gerakan Islam yang berjuang untuk menegakkan Syariat Islam di lembaga negara, kecuali perjuangan partai Masyumi di masa orde lama,” ujar Ustadz Muhammad Thalib mengawali pidato amanahnya.
Kiprah Majelis Mujahidin dalam memperjuangkan penegakan syariat Islam di Indonesia menjadi bukti para aktivis dakwahnya serius ingin memperbaiki Indonesia dari kemelut yang tak berkesudahan berlandaskan syaria’at Islam.
Oleh karena itu, lanjutnya, para mujahid yang tergabung dalam institusi Majelis Mujahidin harus memiliki mentalitas prima: “basthatam fil ‘ilmi wal jismi, luas ilmunya perkasa pisiknya”.
Dia menjelaskan, sebuah gerakan Islam yang dipimpin oleh mereka yang tidak mengerti Qur’an dan Sunnah, tidak menguasai ilmu keislaman, tidak mampu menyauh ajaran Islam dari sumber aslinya, pasti akan berantakan.
“Nawaitunya memperjuangkan agama Allah dan berharap menjadi “fiatin qalilatin biiznillah” creative minority yang siap memikul amanah tathbiqus syariah, penegakan Syariat Islam,” ujarnya.
(ameera/arrahmah.com)