JAKARTA (Arrahmah.com) – Di akhir masa jabatannya Presiden SBY tidak luput dari banyak kritikan bahkan terasa semakin gencar. Salah satunya perihal mudahnya dia mensomasi lawan-lawan politiknya. Hal ini dikritik oleh kalangan akademisi yang berbasis di kampus.
Seperti pakar psikologi politik UI Hamdi Muluk, menyindir gaya SBY yang gampang mensomasi dalam menghadapi lawan politiknya, dengan penyakit kekuasaan.
“Sedikit-sedikit somasi, ini kan penyakit kekuasaan. Baru adu argumentasi dikirim somasi,” kata Hamdi, dalam acara diskusi bertajuk ‘Lingkaran Kekuasaan, Konflik Politik dan Korupsi,’ di Jakarta Pusat.
Dia menilai somasi merupakan bentuk abuse of power dan penyakit-penyakit kekuasaan. Oleh karenya, harus dilawan. Dengan melakukan somasi, SBY telah melakukan korupsi.
“Penguasa yang melakukan asal somasi sama saja dengan melakukan korupsi karena penguasa seperti itu sudah melakukan kekuasaan yang dimilikinya dengan berlebihan,” kata Hamdi.
Definisi korupsi, kata Hamdi, bukan hanya mengambil uang rakyat dalam bentuk cash, tetapi segala bentuk perbuatan seseorang yang punya kekuasaan untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya. “Seseorang punya kekuasaan dan menggunakan kekuasaan dengan berlebihan itu korupsi. Itu contohnya kalau main tangkap atau main somasi, itu kekuasaan excessive,” imbuh Hamdi.
Oleh karenanya Hamdi mengingatkan, SBY yang sudah melakukan tindakan demikian tidak usah dipertahankan lagi dan harus dilawan. Selain itu, karena sudah terbukti SBY sebagai penguasa yang menjalankan kekuasaannya dengan berlebihan, rakyat harus menghukumnya. Misalnya dengan tidak memilih partainya di pemilu mendatang.
“Jangan dipilih lagi penguasa yang berlebihan,” ucapnya. (azm/m1/inilah/rmol/arrahmah.com)