SWEDIA (Arrahmah.com) – Seorang Muslim asal Amerika, Mualaf, Yonas Fikre (33) yang sedang mencari suaka di Swedia mengaku pada hari Rabu (18/4/2012) bahwa dia telah ditahan atas perintah AS di Uni Emirat Arab pada musim panas lalu (akhir juni) 2011, pada saat berkunjung ke Uni Emirat Arab, seperti yang dilansir Aseerun.
Yonas ditangkap tiba-tiba oleh petugas keamanan Uni Emirat Arab. Dia siksa ditahanan dan diinterogasi tentang aktivitasnya di sebuah Masjid Portland, Oregon – sebuah kota di AS di negara bagian Oregon – kediamannya, dimana ada seorang pria yang dituduh terlibat dalam insiden pemboman di kota itu.
Pada saat itu, petugas keamanan menariknya keluar dari tempat tinggalnya di Abu Dhabi dan langsung membawanya ke penjara. Tanpa alasan yang jelas, Yonas ditahan selama lebih dari tiga bulan dan mengalami berbagai penyiksaan.
Yonas bercerita pengalamannya dalam sebuah konferensi pers pada hari Rabu (18/4), bahwa ia ditahan selama 106 hari dan dipukuli, ia diinterogasi dengan mata tertutup di dalam sel, diancam akan dibunuh dan ditahan di sel isolasi yang dingin.
“Saya mengalami kondisi yang sangat sulit, Di mana saya tidak tahu mengapa saya berada di sini. Ditambah dengan ruangan yang sangat terisolasi sehingga pilihannya hanya kamar mandi atau ruang penyiksaan,” kenang Yonas.
Dalam wawancara itu, Yonas menggambarkan serangkaian kejadian yang mirip dengan kasus Naji Hamdan pada 2008, seorang Muslim Libanon-Amerika dari Los Angeles yang saat itu tinggal di Uni Emirat Arab, yang juga ditahan tanpa alasan dan interogasi dan disiksa dengan cara yang sama.
Seperti halnya Hamdan, Yonas percaya seorang interogator Barat hadir di ruang interogasi selama penahanannya, ketika ia bisa mengintip dari bawah penutup mata nya “setelah ditendang, ditinju dan jatuh,” kata Thomas Nelson pengacara Yonas dari American Civil Liberties Union, “Yonas sesekali melihat celana panjang dan sepatu khas Barat.”
Yonas mengatakan bahwa ia berulangkali diinterogasi dan disiksa dan bahwa ia dipukuli telapak kakiknya, ditendang dan ditinju dan dipaksa untuk bekerjasama dan diajukan pertanyaan-pertanyaan sadis yang menakutkan, mirip dengan apa yang diajukan kepadanya belum lama sebelumnya oleh agen FBI dan pejabat AS lainnya yang telah meminta menemuinya pada tahun 2010. Para interogator menanyakan berbagai hal kepadanya, mulai dari Kedutaan Besar AS di Sudan hingga tentang Imam, Masjid di Portland. Yonas juga dituduh berhubungan dengan Muhammad Usman Mohamud, seorang warga Amerika keturunan Somalia, yang dituduh berencana meledakkan bom di pusat kota Portland pada 2010 lalu.
Jurubicara Departemen Luar Negeri AS, Mark Toner mengonfirmasi pada Rabu (18/4) bahwa Yonas ditahan di Abu Dhabi atas tuduhan ‘tidak ditentukan.’
“Menurut catatan kami, selama kunjungan 28 Juli, Fikre menunjukkan tanda-tanda penganiayaan,” kata Toner.
Yonas dibebaskan pada (14/9/2011), dia terlihat kurus dan kehilangan 30 kilogram bobotnya. Kemudian Yonas mengajukan permohonan suaka untuk tinggal di Swedia.
Sebelumnya Yonas ditawari untuk menjadi agen rahasia FBI. Saat itu dia mengunjungi keluarga di Khartoum, Sudan pada April 2010, para pejabat AS itu mendekatinya. Yonas akhirnya setuju untuk bertemu dengan mereka, tetapi dia menolak keras untuk bekerjasama dengan FBI, dia menolak untuk untuk menjadi seorang informan bagi AS. Yonas terus ditekan untuk bekerjasama, dan ditakuti bahwa datanya tidak ada dalam daftar penerbangan dan dia tidak dapat kembali ke rumah, kecuali jika dia bersedia membantu FBI. Setelah itu, minggu berikutnya dia menerima email dari pejabat AS, dari alamat Departemen Luar Negeri yang berisi ancaman untuk membuat keputusan bergabung dengan FBI. Hal ini bisa jadi merupakan salah satu alasan Yonas ditargetkan.
Keturunan Eritrea ini masuk Islam sejak 2003 lalu, menurut Associated Press, dan pindah ke Sudan pada tahun 2009 dan kemudian Uni Emirat Arab.
FBI seringkali melakukan kekerasan terhadap Muslim AS untuk mendapatkan informasi terkait ‘terorisme’. Terutama mereka yang melakukan perjalanan ke Timur Tengah.
Staf Pengacara untuk Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), Gadeir Abbas mengatakan, ada beberapa kasus di mana agen FBI di luar negeri menangkap wisatawan dari warga muslim AS. Mereka kemudian dibawa ke kedutaan atau konsulat untuk ditanyai atau ditahan tanpa alasan. Yonas Fikre dan pengacaranya CAIR menuntut Departemen Kehakiman AS menyelidiki kasus ini sampai tuntas.
Namun Juru bicara kantor FBI di Portland, Beth Anne Steele mengatakan mereka tidak bisa membahas secara spesifik kasus ini. Steele hanya dapat berkata “FBI melatih agen-agennya sangat spesifik dan sangat menyeluruh tentang apa yang diterima di bawah hukum AS.”
“Untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan pelatihan yang kontraproduktif, kami beresiko bertanggungjawab hukum dan berpotensi kehilangan kasus pidana di pengadilan,” kata Steele.
Dengan kata lain, agen-agen FBI tidak akan angkat bicara dan bertindak jika tidak diperintah. (siraaj/arrahmah.com)