MAKASSAR (Arrahmah.com) – Jika tidak ingin moral bangsa ini lenyap dalam 20 tahun ke depan sebaiknya pemerintah dan seluruh civitas akademika mengedepankan pendidikan karakter di tingkat perguruan tinggi, demikian pendapat Motivator ternama Indonesia, Ary Ginanjar Agustian.
“Bukan lagi demonstrasi, tapi sudah diatas demonstrasi, arahnya sudah bisa dikatakan anarkis. 20-50 tahun kedepan kalau mereka jadi pejabat apa yang terjadi dengan bangsa kita,” ungkapnya di depan pimpinan perguruan tinggi, tokoh pendidikan, tokoh agama, dan tokoh masyarakat Sulsel dalam dialog publik bertajuk “Revitalisasi Karakter Masyarakat Sulsel Berbasis Kearifan Lokal” di Makassar, Jumat (9/9/2011).
Menanggapi aksi unjuk rasa mahasiswa yang kerap berakhir anarkis khususnya di Sulsel, ia berpendapat hal tersebut sudah mengarah pada pembentukan karakter, sehingga harus segera diakhiri. Ary mengemukakan, moral bangsa ini hanya bisa bagus apabila pola pendidikan tidak hanya mengedepankan kecerdasan intelektual, tetapi harus dipadukan dengan kecerdasan emosional dan spiritual.
“Harus memandang serius, ini bukan hanya merusak moral, tapi juga politik dan ekonomi. Krisis moral luar biasa. Ekonomi tumbuh pesat, tapi moral hancur apakah ini yang diinginkan?. Kita jadi homo homini lupus,” ucapnya.
Sebagai penguat pendapatnya ia mencontohkan kerusakan moral generasi bangsa Indonesia dari peningkatan tajam pengguna narkoba yakni 3,5 juta di 2008, 4,5, juta di 2009, dan 6 juta di 2010, hingga fenomena larisnya kondom jelang pengumuman Ujian Akhir Nasional tingkat SMU.
Ary menggambarkan pendidikan di Indonesia ibarat gunung di tengah lautan yang hanya memperhatikan di atas permukaan saja, sementara di bawah permukaan diabaikan, yang suatu saat gunung tersebut akan runtuh karena bagian bawah terkikis oleh ombak.
“Kalau intelektual terpisah dengan emosional dan spiritual maka akan lahir anarkis. Berbahaya kalau seseorang yang cerdas, yang paham Undang-Undang tapi moral rusak. Manusia yang lebih berbahaya dari bom atom. Setiap tahun berapa universitas yang memproduksi orang-orang seperti ini,” ucapnya.
Meskipun kerap terjadi demonstrasi anarkis, Ary tidak sependapat jika mahasiswa Sulsel terus-menerus disalahkan, sebab dibalik itu, lanjut dia, karakter masyarakat Sulsel setara dengan karakter orang Jepang.
“Konsep Jepang hanya dimiliki Sulsel, masalahnya tidak dikelola, bocor sana-sini,” ucapnya
Konsep “Siri Napacce” yang menjadi karakter masyarakat Sulsel, jika dipadukan dalam kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, disebut Ary adalah energi besar yang menjadi penggerak ekonomi masyarakat dan negara.
Senada dengan Ary, Ketua Dewan Pendidikan Sulsel Prof DR Halide juga tidak sependapat jika mahasiswa yang terus disalahkan saat terjadi demo anarkis, ia bahkan meminta aparat kepolisian agar tegas dan konsisten dalam menegakkan aturan.
Selain itu, ia juga meminta kepada seluruh media massa untuk berhenti menyajikan berita-berita yang memuat aksi unjuk rasa mahasiswa yang berakhir anarkis. (ans/arrahmah.com)