JAKARTA (Arrahmah.com) – Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI Purn Moeldoko mengklaim patroli siber yang dilakukan Polri terhadap berbagai grup layanan pesan instan WhatsApp (WA) untuk menjaga stabilitas dan keamanan negara.
Menurut Moeldoko, patroli tersebut merupakan keputusan bersama antara Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), KSP, Panglima TNI, Kapolri, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Jaksa Agung.
“Ya memang harus begitu (ada patroli siber-red), kita kemarin waktu di posko antara Menko Polhukam, ada KSP, ada panglima TNI, Kapolri, Menkominfo ada Jaksa Agung ada Mendagri kita bersepakat dalam kondisi di mana ada high intention yang pada akhinya itu akan mengacaukan situasi, bahkan akan memunculkan situasi semakin runyam. Maka, negara tidak boleh ragu-ragu untuk mengambil keputusan bahwa salah satu media sosial atau WhatsApp dan seterusnya apapun itu yang nyata-nyata akan mengganggu situasi keamanan nasional maka hasus ada upaya untuk mengurangi tensi itu,” tutur Moeldoko kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/2019), lansir Sindonews.
Sebelumnya dalam pemberitaan sejumlah media, disebutkan Tim Cyber Polri akan memantau WhatsApp group yang terindikasi berisi informasi hoaks.
Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo menegaskan Direktorat Siber melakuan patroli siber ke grup-grup WhatsApp yang sudah terindikasi menyebarkan konten-konten hoaks.
Sementara itu, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan semestinya pemerintah menghentikan kebijakan yang dinilainya masuk pada ruang privasi warga negara.
Jika tidak, lanjutnya, tudingan otoriter akan dilekatkan ke pemerintah.
“Saya pikir kalau pemerintahan, terutama Pak Jokowi, tidak ingin dituduh sebagai pemerintahan yang otoriter, saya pikir ini adalah momentum baik agar Pak Jokowi menghentikan kebijakan masuk kepada ruang privasi warga negara,” tegasnya.
“Yang jelas, apa pun alasannya, kita tidak boleh melanggar UUD ’45. Dan rencana kebijakan yang disampaikan Pak Moeldoko terang melanggar UUD ’45 dan mengancam demokrasi,” jelas Dahnil.
(ameera/arrahmah.com)