Oleh Siti Maryam
(Pendidik generasi)
Indonesia baru saja kedatangan Paus Fransiskus. Hal ini digadang-gadang sebagai bentuk toleransi beragama di negeri ini. Untuk menyambut Paus Fransiskus, sebanyak 33 tokoh muslim Indonesia meluncurkan buku berjudul “Salve, Peregrinans Spei”, yang berarti “Salam Bagimu Sang Peziarah Harapan”. Buku ini tidak hanya sekadar sambutan, tetapi juga menggambarkan semangat keberagaman dan pluralisme yang hidup di Indonesia. (Kompas.com)
Kedatangan Paus Fransiskus adalah kesempatan bagi Indonesia untuk memperkuat dialog antar agama yang inklusif dan mencerahkan,” kata Sekretaris Frans Seda Foundation, Willem L Turpijn dalam keterangan resminya yang dikutip Kompas.com, Senin (2/9/2024).
Selama kunjungannya, Paus Fransiskus berulang kali menegaskan bahwa moderasi beragama bukan hanya sekadar sikap yang meluas, tetapi merupakan komitmen aktif untuk menjaga keseimbangan antara keyakinan yang kokoh dan penghormatan terhadap keberagaman.
Dialog antar umat beragama menjadi pintu utama masuknya paham moderasi beragama. Dalam konsep ini, kebenaran mutlak tidak diakui, dan semua agama dianggap setara. Hal ini kemudian melahirkan toleransi yang berlebihan, seperti contoh penghormatan yang berlebihan ketika Imam Masjid Istiqlal mencium kening Paus Fransiskus, serta penyambutan Paus yang disertai pembacaan ayat Al-Qur’an. Bahkan, kumandang azan di televisi digantikan dengan running text agar tidak mengganggu misi besar tersebut.
Ironisnya, hal tersebut tidak disadari oleh para pemimpin negeri ini. Sebaliknya, mereka justru dengan antusias menyambut kedatangan Paus Fransiskus. Setiap kata yang diucapkan Paus seakan dianggap sebagai nasihat penting yang harus diikuti dan dicontoh. Bahkan, para pejabat negeri ini menjadikannya sebagai panutan yang dianggap sebagai simbol persahabatan, tolok ukur perdamaian, dan pilar toleransi.
Sambutan meriah terhadap Paus Fransiskus mencerminkan bentuk toleransi yang berlebihan, yang tidak diajarkan dalam Islam. Hal ini justru menunjukkan sikap rendah diri para pemimpin negara kita terhadap Paus Fransiskus. Ironisnya, meskipun jumlah umat Islam besar, posisi kita terasa inferior. Lebih parah lagi, para pemimpin ini mengadakan dialog antar agama yang menyamakan Islam dengan agama lain, bahkan dengan aliran kepercayaan. Sikap seperti ini sungguh merendahkan.
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bukan sekadar kunjungan biasa, melainkan membawa misi global yang telah lama diupayakan di negara-negara Muslim, yaitu untuk mempromosikan moderasi beragama. Kehadirannya di Indonesia mengirimkan sinyal kuat mengenai pentingnya arus moderasi dalam kehidupan beragama.
Inilah yang terjadi ketika sistem negara kita bersifat sekuler, di mana urusan agama tidak diprioritaskan dan negara mengabaikan kepentingan rakyatnya. Ini menunjukkan bahwa meskipun para penguasa beragama Islam, mereka tidak memperjuangkan hak-hak umat Islam, bahkan turut membatasi hak-hak tersebut.
Dalam sistem yang menjunjung tinggi kebebasan dan pemisahan agama dari kehidupan, agama hanya dijadikan urusan pribadi saja, agama tidak boleh ikut campur dalam urusan duniawi. Hal ini menyebabkan pandangan sekuler terhadap semua agama adalah sama. Agama hanya berperan dalam peribadatan saja. Tidak dalam bersosial negara.
Hal ini jelas berbeda dalam Islam. Islam yang bukan hanya sebuah agama, tetapi juga sebuah aturan hidup atau idiologi yang darinyalah terpancar aturan. Islam juga mengatur bagaimana muslim bersikap pada non muslim. Di mana dalam Islam, setiap penganutnya memiliki toleransi kepada umat non muslim, tetapi dalam batas yang wajar dan tidak mengganggu akidah Islam itu sendiri.
Allah Swt memerintahkan sikap seorang muslim terhadap nonmuslim adalah sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Fath ayat 29, yang artinya:
“Muhammad adalah utusan Allah dan orang orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya”
Dari sini kita bisa melihat bahwa Islam telah mengatur kadar toleransi kepada non muslim tanpa mencederai akidah Islam itu sendiri. Tetapi hal ini hanya bisa diterapkan dalam sistem Islam kaffah yang ketika diterapkan dapat menjaga akal, harta, serta akidah.
Wallahu’alam bis shawwab