XINJIANG (Arrahmah.com) – Salah seorang model ternama di perusahaan retail Taobao, Merdan Ghappar (31), mengunggah sebuah video yang menunjukkan betapa mengerikannya siksaan yang diterima Muslim Uighur dalam sel penahanan Beijing.
Dalam video berdurasi satu menit tersebut memperlihatkan Ghappar yang tengah berada di sebuah ruangan sempit dan kotor, di mana tangannya yang sebelah kiri tampak terborgol dengan ranjang yang ia tempati. Dengan ekspresi cemas, Ghappar memperlihatkan pakaiannya yang kotor serta pergelangan kakinya yang bengkak.
Dilansir BBC pada Sabtu (8/8/2020), keluarga Ghappar menjelaskan bahwa video tersebut ia kirimkan pada tahun ini dari dalam kamp penahanan Cina yang diperuntukkan bagi Muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya.
Video ini merupakan video yang sangat langka, sebab dikirim oleh tahanan yang berada di dalam kamp. Sebab selama ini telah diketahui bahwa sistem penahanan Cina yang sangat ketat dan rahasia, sehingga sangat sedikit video yang bisa menguak kekejaman mereka kepada Muslim Uighur dan minoritas lainnya di dalam kamp penahanan.
Selama beberapa tahun terakhir, diperkirakan lebih dari satu juta Muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya dijebloskan ke dalam kamp penahanan yang sangat ketat di Xinjiang, yang diakui Cina sebagai kamp re-edukasi.
Selain dugaan penyiksaan dan pelecehan yang jelas, video yang diunggah Ghapar juga membuktikan bahwa klaim Cina mengenai penutupan sebagian besar kamp re-edukasi hanya isapan jempol belaka, sebab dalam video tersebut jelas bahwa Muslim Uighur dalam jumlah yang signifikan masih ditahan tanpa tuduhan yang jelas.
Bahkan baru-baru ini, ribuan anak-anak Uighur telah dipisahkan dari orang tua mereka, dan para perempuan dipaksa untuk menggunakan alat kontrasepsi bahkan melakukan sterilisasi untuk mengurangi jumlah populasi Muslim Uighur di Xinjiang.
Tak hanya mengirimkan video, Merdan Ghappar juga mengirimkan foto yang berisi surat ancaman dan seruan bagi warga Uighur termasuk anak-anak berusia 13 tahun untuk “bertaubat dan menyerah”. Sebuah surat yang menunjukkan betapa besar tekanan psikologis yang diberlakukan Cina terhadap komunitas Uighur.
Setelah mengirimkan video tersebut lima bulan yang lalu, pihak keluarga tidak mendapatkan kabar lagi mengenai Ghappar, mereka menyadari bahwa video tersebut berpotensi menyebabkan Ghappar mendapatkan tekanan dan hukuman yang jauh lebih berat.
Akan tetapi, pihak keluarga menyebut bahwa video tersebut merupakan harapan terakhir mereka, agar masyarakat dunia dapat bersuara atas kekejaman yang telah dilakukan Cina terhadap Muslim Uighur dan minoritas lainnya.
Abdulhakim Ghappar, paman dari Merdan Ghappar, yang kini tinggal di Belanda, percaya bahwa video tersebut dapat membangkitkan opini publik sebagaimana video yang memperlihatkan kekejaman polisi terhadap George Floyd.
“Mereka berdua sama-sama menghadapi kebrutalan akibat ras mereka,” kata Abdulhakim Ghappar.
“Tetapi sementara di Amerika dengan lantang menyuarakan keadilan atas kematian Floyd, dalam kasus kami yang ada hanya keheningan,” pungkasnya. (rafa/arrahmah.com)