JAKARTA (Arrahmah.com) – Dalam memutuskan perkara, posisi Mahkamah Konstitusi jelas transparan dan independen. Keputusan MK tetap berpijak pada landasan UUD, alat-alat yang diajukan, dan keyakinan hakim, demikian disampaikan Kepala Bagian Administrasi Biro Administrasi Perkara dan Persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Muhidin, saat menerima rombongan organisasi Islam, di Ruang Aula Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin.
Menurut Muhidin, pengujian suatu Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi pertama kali diawali dengan permohonan dari pihak pemohon. Sebab lembaga peradilan dalam posisinya adalah pasif dan menunggu, tidak aktif.
Sehingga jika kemudian ada yang merasakan suatu undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Udang Dasar, maka hal itu bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk disidangkan.
Muhiddin menambahkan, setelah pihak pemohon mengajukan, barulah dilakukan proses tindak lanjut oleh MK.
“Dalam prosesnya, kita melibatkan pihak pemerintah, DPR, ataupun pihak-pihak terkait,” kata Muhiddin.
Untuk memperkuat dalih dan landasan ajuan masing-masing, baik dari pihak pemerintah, DPR, atau pihak terkait, maka semua memiliki hak yang sama untuk bisa mengajukan saksi dan ahli.
“Bisa saja nanti bapak-bapak diminta jadi saksi atau ahli, ini tergantung kepentingan masing-masing pihak,” jelas Muhiddin kepada perwakilan tokoh-tokoh Islam yang hadir.
“Kami di Mahkamah Konstitusi hanya memproses dan memeriksa dokumen yang ada pada kami, baik itu dari permohonannya, keterangan dari pemerintah atau DPR, maupun saksi dan ahli,” lanjutnya.
Dari semua itu, selanjutnya akan diproses serta dipelajari, dan keputusannya kelak harus berdasarkan pada Undang-Undang Dasar, alat-alat bukti yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi, dan juga terkait dengan keyakinan hakim itu sendiri.
Jadwal Ditunda
Sebagaimana diketahui, sidang pleno uji materi Ketetapan Presiden Nomor 1/PNSP/1965 soal Pencegahan Penodaan atau Penistaan Agama oleh sejumlah LSM akan dilakukan tanggal 27 Januari 2009.
Namun, sidang diundur hingga hari Kamis tanggal 4 Februari jam 10:00 mendatang. Tak ayal, hal itu membuat beberapa tokoh ormas Islam heran dan bertanya-tanya. Ratusan massa GARIS dari Kota Ciamis dan Subang yang akan mengikuti gelar perkara tersebut terpaksa harus gigit jari.
Hafidz Lukman dari Gerakan Reformis Islam (GARIS) sempat menanyakan perihal pergeseran waktu sidang tersebut kepada pihak MK.
Pihak MK yang diwakili Kepala Bagian Administrasi Biro Administrasi Perkara dan Persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Muhidin, mengatakan bahwa memang jadwal sidang akan dilaksanakan pada tanggal 27 Januari. Namun, beberapa hari sebelumnya datang surat dari Departemen Agama yang meminta agar sidang untuk hari itu ditunda.
Dengan adanya surat tersebut, lanjut Muhidin, para hakim pun melakukan musyawarah, dengan keputusan sidang ditunda. Disepakati sidang digelar pada Hari Kamis tanggal 4 Februari 2010 pada pukul 10:00 WIB.
“Ini sudah dimuat pula di website kami, bisa dilihat semua orang di mana pun berada,” jelas Muhidin kepada rombongan ormas Islam.
Muhidin kembali meyakinkan bahwa MK tidak bisa di intervensi oleh pihak mana pun, sehingga dalam tugasnya pihaknya selalu mengedepankan transparansi dan independensi.
“Kalau memang bapak-bapak punya kepentingan dengan perkara ini, silakan terlibat menjadi pihak terkait atau menjadi saksi dan ahli. Semua keterangan yang ada akan dihimpun dan akan diambil satu keputusan,” ujarnya. (hdytlh/arrahmah.com)