JAKARTA (Arrahmah.id) – Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 150/PUU-XXII/2024 menyatakan mengabulkan sebagian permohonan pengujian materi Pasal 3 ayat (1) huruf c dan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat).
Mahkamah menyatakan dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) diperbolehkan menjadi advokat secara terbatas selama menjadi bagian dari pengabdian kepada masyarakat sebagai salah satu wujud dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.
“Dengan begitu fungsi utama mereka sebagai pengajar dan peneliti tetap terjaga karena pengalaman praktik dapat memperkaya materi pengajaran dan penelitian yang dilakukan,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan pertimbangan Mahkamah dalam sidang pengucapan putusan pada Jumat (3/1/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.
Terlebih lagi, mahasiswa akan mendapatkan pembelajaran yang lebih kontekstual dan aplikatif, karena dosen PNS memiliki pengalaman langsung dalam menangani kasus-kasus hukum yang bersifat konkret.
Karena itu, dengan membuka peluang dosen yang berstatus PNS menjaldi advokat, tidak hanya memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam rangka mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi secara utuh, tetapi juga memperkuat peran dosen sebagai agen perubahan yang dapat memberikan kontribusi positif dan nyata bagi masyarakat dan sistem hukum di Indonesia.
Berdasarkan uraian pertimbangan hukum itu, Mahkamah menyadari seorang dosen PNS juga memiliki tanggung jawab besar, selain dari pengabdian kepada masyarakat. Dalam hal ini, dosen dituntut mempersiapkan materi pengajaran dengan baik, termasuk menyusun Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dan melakukan studi literatur, yang memerlukan alokasi waktu dan perhatian penuh, dan juga bertanggung jawab dalam bidang penelitian mencakup penyusunan proposal penelitian, dan penulisan buku serta karya ilmiah sebagai upaya mendukung pengembangan karier akademik dan kenaikan jabatan fungsional hingga tingkat profesor.
Syarat Ketat Dosen PNS Jadi Advokat
Dengan demikian, apabila dosen PNS diberikan ruang/peluang untuk bisa menjadi advokat yang harus terlibat aktif dalam praktik beracara di pengadilan, keadaan tersebut harus dapat dipastikan tidak akan mengganggu fokus dan pelaksanaan tanggung jawab akademiknya sebagai dosen, seperti membimbing mahasiswa, menulis buku dan an meneliti serta kegiatan lain yang berkaitan dengan dunia akademis.
Karena itu, lanjutnya, membuka ruang/peluang bagi dosen PNS untuk melaksanakan tugas-tugas pengabdian kepada masyarakat dengan menjadi advokat perlu dilakukan dengan kondisi dan persyaratan yang sangat ketat.
Syarat yang sangat ketat itu untuk memastikan realisasi dalam menjalankan tugas dosen yang berstatus PNS dan juga sebagai advokat untuk pengabdian kepada masyarakat berjalan harmonis dengan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Suhartoyo menyebutkan persyaratan dimaksud antara lain,
- Telah lulus ujian kompetensi advokat yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
-
Status advokat diberikan dalam rangka pengabdian kepada masyarakat dan hanya dapat diberikan jika dosen PNS telah mengabdi sebagai pengajar sekurang-kurangnya lima tahun di perguruan tinggi yang bersangkutan;
-
Harus bergabung dan telah mengabdi minimal tiga tahun secara berturut-turut pada lembaga bantuan hukum atau nama lain yang dibentuk perguruan tinggi bersangkutan dan tidak diperbolehkan membuka kantor hukum (law fim) sendiri dan hanya memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo/pro bono) untuk masyarakat yang secara ekonomi tidak mampu yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat yang berwenang;
-
Lembaga bantuan hukum perguruan tinggi dimaksud telah terakreditasi pada kementerian yang berwenang;
-
Jumlah advokat dalam lembaga bantuan hukum atau nama lain dimaksud tidak melebihi dari jumlah bagian/departemen fakultas hukum pada perguruan tinggi dimaksud;
-
Setiap pemberian bantuan hukum sebagaimana dimaksudkan pada poin 3 harus mendapat izin dan setelah selesai harus melaporkan kepada pimpinan perguruan tinggi, in casu dekan fakultas hukum; serta 7. Tidak bergabung dan aktif sebagai anggota dalam organisasi advokat.
Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, menurut Mahkamah, berkenaan dengan norma Pasal 3 ayat (1) huruf c dan Pasal 20 ayat (2) UU 18/2003 penting untuk diberikan pemaknaan secara bersyarat sebagaimana selengkapnya termuat dalam amar putusan a quo.
Namun demikian, karena pemaknaan vang diberikan oleh Mahkamah tidak sebagaimana dimohonkan para Pemohon, maka permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.
“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah telah teryata Pasal 3 ayat (1) huruf c dan Pasal 20 ayat (2) UU 18/2003 bertentangan dengan asas hak untuk mengembangkan diri, yang dimanifestasikan melalui pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi setiap WNI untuk meningkatkan kualitas dirinya melalui pendidikan dan berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana didalilkan para Pemohon,” jelas Suhartoyo.
Namun demikian, karena amar yang diputuskan Mahkamah tidak sama dengan Petitum yang dimohonkan para Pemohon, maka dalil para Pemohon berkenaan dengan pengujian norma Pasal 3 ayat (1) huruf c dan Pasal 20 ayat (2) UU 18/2003 adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian.
Sehingga Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Advokat bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai: “tidak diberlakukan bagi dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk pengabdian kepada masyarakat dalam rangka Tri Dharma Perguruan Tinggi memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma atau tanpa memungut biaya (prodea/pro bono).
Selain itu, Mahkamah menyatakan Pasal 20 ayat (2) UU Advokat bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai: “tidak diberlakukan bagi dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk pengabdian kepada masyarakat dalam rangka Tri Dharma Perguruan Tinggi memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma atau tanpa memungut biaya (prodeo/pro bono)”.
(ameera/arrahmah.id)