YOGYAKARTA (Arrahmah.com) – Menanggapi pro-kontra Peraturan Pemerintah Daerah dan penerbitan pelarangan Ahmadiyah, Mahkamah Konstitusi (MK) mengusulkan dua cara yang bisa ditempuh melalui jalan hukum.
Pertama, dalam waktu 60 hari sejak dikeluarkan, Presiden bisa batalkan Perda tersebut. Kalau sudah dikaji dan hasilnya tidak benar, atau Presiden menyatakan kalau Perda itu sah.
Kedua, diuji kepada Mahkamah Agung (MA) melalui uji materi. “Itu menurut hukum,” kata Ketua Mahfud MD Mahkamah Konstitusi, Minggu (27/3/2011) di Yogyakarta.
Dari perspektif Konstitusi, kata Mahfud, setiap warga Negara berhak memeluk agama, menjalankan Agama, dan keyakinannya. Itu, Mahfud menjelaskan, adalah hak asasi.
Di lain sisi, menurut Konstitusi dan Konvensi Internasional negara tidak hanya boleh mengatur, tetapi juga wajib mengatur kehidupan beragama. Hal itu, kata Mahfud, agar tidak terjadi gejolak antara satu kelompok dengan kelompok lain.
“Jadi salah bila ada orang yang mengatakan tidak boleh ada SKB, tidak boleh ada UU, justru harus ada,” jelasnya.
Beberapa saat lalu, beberapa pemerintah daerah menerbitkan larangan pelarangan Ahmadiyah. Beberapa pemda yang melarang kegiatan Ahmadiyah adalah Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Pemerintah Kabupaten Pandeglang, Pemerintah Kota Samarinda, serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (viva/arrahmah.com)