JAKARTA (Arrahmah.com) – Terkait insiden bentrokan Sunni-Syiah jilid 2 di Karang Gayam Omben, Kab. Sampang Madura, DPP ABI melalui Ketua Umum nya Hassan Dalil Alaydrus dinilai Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) bukannya melakukan introspeksi dan evaluasi terhadap perilaku dan pola pendakwahan ajaran syiah yang dilakukan para pengikutnya, tapi justru melontarkan fitnah kepada MIUMI dan menebarkan pembohongan publik.
Pertama, ABI dinilai melakukan fitnah kepada MIUMI, dalam wawancara dengan voa-islam.com. MIUMI mengaku sejak awal berdirinya melakukan kajian intensif soal akidah Syiah dan perkembangannya di Indonesia, beberapa karya buku penelitian telah dihasilkan untuk hal ini,” ujar Sekjen MIUMI ustadz Bachtiar Natsir dalam rilis yang dikirim ke arrahmah.com, Kamis, (30/8).
Selain dalam rilis ini, MIUMI juga mendukung dan menguatkan Keputusan Fatwa MUI Propinsi Jawa Timur perihal kesesatan ajaran Syiah Imamiyah sebagaimana telah diberitakan luas oleh media massa online.
Dalam pandangan MIUMI, fatwa sesat tidak otomatis kekafiran mutlak dari agama Islam. Sesat karena doktrin Syiah meski menyatakan bertauhid kepada Allah dan mengakui kenabian Muhammad shalallahu ‘alahi Wassalam sebagai Nabi penutup risalah, yang dengannya tetap dalam koridor Islam, ajaran syiah menetapkan keimanan terhadap wilayah/imamah Ali b Abi Thalib sebagai rukun iman dan Islam sekaligus.
Mereka menetapkan hal itu sebagai ushulul Islam (prinsip dasar Islam) sehingga konsekuensinya Ahlus Sunnah dinilai kafir karena tidak meyakini hal tsb. Hal ini adalah bid’ah rekayasa dalam bidang akidah. Inilah letak kesesatannya.
Masalah ini, menurut MIUMI, sudah lama dijelaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab muktabar.
“Jadi soal kesesatan Syiah Imamiyah ini sudah lama sekali divonis oleh para imam dan ulama Ahlus Sunnah.” Ungkapnya.
Soal kekafiran, MIUMI tidak pernah menyinggungnya sama sekali dalam berbagai rilis maupun surat dukungan terhadap Fatwa MUI Jatim. Vonis kekafiran bagi sekte apapun termasuk Syiah tidak bisa digeneralisir atau pukul rata. Melainkan harus dilihat secara spesifik (ta’yin) dengan indikator yang pasti seperti meyakini Al-Quran tidak asli akibat tahrif (distorsi/interpolasi) yang dilakukan sahabat Nabi, termasuk pengkafiran Muhajirin dan Anshor atau orang yang ittiba’ dengan mereka secara ihsan dll.
Menurut MIUMI, hal ini berlaku bagi siapapun tanpa memandang mazhab atau sekte tertentu. Kekafiran Syiah tidak disepakati oleh Ahlus Sunnah, tetapi Ahlus Sunnah bersepakat akan kesesatan ajaran Syiah Imamiyah karena jauh menyimpang dari Al-Quran dan Sunnah nabi.
Rukun Iman antara Syiah dengan Islam berbeda
Pembohongan kedua, Ketum ABI dinilai berulang kali berupaya menutupi hakikat ajaran Syiah dan dengan demikian membodohi masyarakat awam atau elit umat Islam yang masa bodoh dengan persoalan akidah yang fundamental.
Misalnya dengan mengulang pernyataan bahwa rukun iman dan Islam Syiah dengan Sunni sama tak ada yang berbeda.
“Perlu diketahui masyarakat Muslim secara umum bahwa rukun iman Syiah ada 5 perkara yaitu: At Tauhid, Al ‘adl, An Nubuwwah, Al Imamah (keimaman Ali dan 11 keturunannya yang maksum versi Syiah) dan Al Ma’ad (dalam referensi Indonesia, 40 masalah Syiah, hal 122 karya Emilia Renata dan editor Jalaludin Rakhmat), artinya di situ minus keimanan terhadap Kitab suci yang Allah turunkan terutama Al–Qur’an dan keimanan Qadla dan Qadar dari Allah. Sedangkan rukun Islam Syiah ada 5 perkara: Sholat, Puasa Ramadhan, Zakat, Haji dan Al Wilayah (kekuasaan Ali dan 11 keturunannya yang wajib karena ada wasiat Rasul menurut Syiah).”
Menurut MIUMI, tidak ada yang lebih penting dari Al Wilayah begitu kata imam Al Baqir (lihat kitab Al-Ushul minal Kafi juz 2 hal 18). Karenanya, jelas bahwa dalam rukun tersebut Syiah menafikan 2 syahadat kepada Allah dan Rasul, dan malah menggantinya dengan rukun alwilayah.
Padahal soal rukun iman dan Islam ini dinilai sangat fundamental, sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam harus dimentori oleh Malaikat Jibril AS dan disetujui dengan perkataan “shadaqta” (Anda telah benar) tanpa ada pengurangan atau penambahan.
Lanjut MIUMI, saat ini pembodohan publik terjadi secara massif dan dikembangkan sistematis oleh para pimpinan dan pengikut Syiah. (bilal/arrahmah.com)