IDLIB (Arrahmah.id) — Lebih dari 50 hari telah berlalu sejak kelompok militan Islamic State (ISIS) mengumumkan penangkapan juru bicara mereka, Abu Omar al Muhajir, oleh kelompok perlawanan Suriah Hai’ah Tahrir asy Syam (HTS) di wilayah Idlib, barat laut Suriah. Namun misteri masih menyelimuti kasus tersebut sebab HTS menyangkal hal itu.
Dilansir Enab Baladi (28/9/2023), ISIS mengumumkan bahwa Idlib adalah titik terakhir Abu Omar al Muhajir, juru bicara ISIS keempat, dan tempat dimana ketiga khalifah mereka tewas dibunuh.
Posisi juru bicara ISIS dipegang oleh lima orang; tiga orang tewas dan Abu Omar al Muhajir adalah orang keempat sebelum penunjukan juru bicara baru saat ini, Abu Hudhayfah al Ansari.
HTS menguasai Idlib dan memiliki sejarah panjang dalam memerangi ISIS selama sembilan tahun terakhir setelah sebelumnya mereka pernah menjadi sekutu.
Pada tanggal 3 Agustus, juru bicara baru ISIS, Abu Hudhayfah al Ansari, menuduh HTS membunuh mantan pemimpin ISIS, Abu al Hussein al Husseini al Qurashi.
Dia mengatakan bahwa Abu al Hussein dibunuh setelah konfrontasi langsung dengan HTS yang berkolaborasi dengan musuh di sebuah pedesaan Idlib setelah mereka mencoba menangkapnya saat dia sedang bekerja. Abu al Hussein bentrok dengan mereka dengan senjatanya sampai dia meninggal karena luka-lukanya, menurut juru bicara tersebut.
Al Ansari menambahkan, dalam pidato audionya, bahwa anggota HTS bersembunyi di dekat juru bicara ISIS, Abu Omar al Muhajir, bersama beberapa saudaranya, ketika mereka “mengarahkan beberapa misi dan berkomplot melawannya, dan menjadikannya tawanan. Selain itu, menurut Al Ansari, anggota HTS menangkap para wanita kerabat Al Muhajir dan melakukan tawar-menawar mengenai beberapa file dan rahasia demi kepentingan Erdogan.
Al Ansari menyatakan bahwa HTS menyerahkan jasad Abu al Hussein kepada pemerintah Turki sebagai “persembahan kesetiaan dan kesetiaan” kepada Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, untuk memberinya prestasi dalam kampanye pemilunya.
Namun, juru bicara Dinas Keamanan Umum yang bekerja di Idlib, Diaa al-Omar, sepenuhnya menyangkal klaim ISIS bahwa HTS bertanggung jawab atas penyerangan dan penyerahan Abu al Hussein ke pihak Turki.
Idlib, Tempat Persembunyian Khalifah ISIS
Jejak Idlib sebagai tempat persembunyian para khalifah ISIS sudah nampak dari kasus pembunuhan khalifah pertama mereka, Abu Bakr al Baghdadi. Al Baghdadi berlindung di Idlib dan tewas dalam serangan udara Amerika Serikat (AS) di desa Barisha di pedesaan utara Idlib pada 27 Oktober 2019. Operasi tersebut mengakibatkan terbunuhnya tujuh warga sipil (tiga laki-laki, tiga perempuan, dan seorang anak perempuan).
Khalifah kedua, Abdullah Qardash (Abu Ibrahim al Qurashi), terbunuh pada tanggal 3 Februari 2022 oleh serangan udara AS di sebuah rumah di desa perbatasan Atma, yang mengakibatkan terbunuhnya sedikitnya 13 orang, termasuk enam anak-anak dan empat wanita.
Agustus lalu, ISIS menuduh HTS membunuh pemimpin keempatnya, Abu al Hussein al Qurashi, meskipun HTS membantahnya.
Khalifah ketiga, Abu al Hassan al Qurashi, tewas dalam operasi Tentara Pembebasan Suriah di wilayah selatan Daraa pada Oktober 2022, menurut Joe Buccino, juru bicara Komando Pusat AS (CENTCOM).
Aaron Y. Zelin, dari Washington Institute for Near East Policy, yang meliput kelompok jihadis di Afrika Utara dan Suriah, mengatakan kepada Enab Baladi bahwa ISIS percaya bahwa wilayah HTS lebih aman untuk aktivitasnya dan tempat berlindung dibandingkan berada di wilayah Tentara Nasional Suriah yang didukung Turki di barat laut Suriah.
Zelin berpendapat bahwa alasan untuk memilih Idlib adalah karena adanya jaringan sejarah yang lebih kuat di Idlib dibandingkan di provinsi tetangganya, Aleppo.
Dilematis Penangkapan Al Muhajir
HTS berulang kali mengumumkan penangkapan sel-sel rahasia ISIS dan anggotanya di wilayah kendalinya di Idlib. Diaa al Omar, juru bicara resmi Dinas Keamanan Umum, mengatakan bahwa di antara mereka yang ditangkap adalah pejabat dan pemimpin yang memegang posisi sensitif.
Mereka yang ditangkap umumnya kedapatan memiliki sabuk peledak, senjata, dan amunisi, termasuk senapan dan pistol berbagai kaliber, laptop, dan lain-lain. Namun rincian lebih lanjut tentang nasib mereka, metode persidangan, atau hukuman yang dijatuhkan kepada mereka tidak jelas ujungnya seperti apa.
Penangkapan al Muhajir memiliki kekhususan yang berbeda dibandingkan elemen lainnya. Sebab posisinya memungkinkan HTS mengambil keuntungan atau menggunakan dia sebagai kartu as dengan salah satu pihak atau negara yang memerangi ISIS.
Orabi Orabi, seorang peneliti Suriah yang berfokus pada kelompok jihad, mengatakan kepada Enab Baladi bahwa penangkapan al Muhajir, jika itu terjadi, akan menjadi pukulan moral bagi ISIS. Namun dia memahami bahwa kepentingan HTS untuk menyembunyikan tahanan dari media atau membicarakan mereka.
Sayangnya, keadaan itu tidak sejalan dengan apa yang dimau HTS. Menurut Orabi, ISIS justru malah sengaja memberitakan hal itu agar HTS malu dan sekaligus mengirimkan pesan bahwa ISIS tidak peduli al Muhajir tertangkap atau tidak sebab peristiwa itu tidak akan mempengaruhi tindakan dan operasi mereka.
Orabi menjelaskan bahwa penundaan pengumuman ISIS mengenai pembunuhan khalifah keempat dan penangkapan al Muhajir selama lebih dari tiga bulan menunjukkan bahwa ISIS sedang dalam tahap membangun keseimbangan internal dan mendapatkan persetujuan dari Dewan Syura untuk melakukan hal tersebut.
Sementara itu, Zelin menduga telah adanya pembicaraan rahasia mengenai penggunaan al Muhajir dengan salah satu negara, tanpa memperkirakan besarnya keuntungan yang akan diperoleh HTS sebagai imbalan atas penangkapan juru bicara ISIS.
Pada saat yang sama, Zelin percaya bahwa penangkapan al Muhajir tidak membangkitkan minat AS saat ini, sebab ada tidaknya Al Muhajir kegiatan ISIS masih kuat di wilayah Suriah.
HTS tidak pernah mengumumkan perundingan untuk menyerahkan pemimpin atau anggota ISIS kepada partai atau negara lain, meskipun mereka memiliki sejarah menyerahkan orang-orang yang diculik di wilayah kekuasaannya dengan pembayaran uang tebusan.
Enab Baladi sebelumnya memantau kesepakatan untuk membebaskan aktivis dan pejuang Suriah dari penculik yang berafiliasi dengan faksi militan nilainya diperkirakan rata-rata $100.000 per orang.
Tiga Juru Bicara Tewas
Taha Subhi Falaha, lebih dikenal sebagai Abu Mohammad al Adnani, adalah juru bicara resmi pertama kelompok ISIS.
Al Adnani lahir di kota Binnish di pedesaan Idlib pada tahun 1977 dan bergabung dengan Islamic State of Irak (ISI) yang dipimpin oleh Abu Musab al Zarqawi selama invasi AS ke Irak.
Al Adnani ditunjuk sebagai juru bicara ISIS setelah ia masuk ke Suriah pada pertengahan tahun 2013, dan ia dianggap sebagai orang kedua yang memegang komando organisasi tersebut setelah al Baghdadi pada saat itu.
Pada tanggal 30 Agustus 2016, ISIS mengumumkan pembunuhan al Adnani di pedesaan Aleppo ketika sedang memeriksa perlawanan terhadap rezim Suriah di Aleppo. Rusia mengaku bertanggung jawab atas pembunuhannya, namun AS menggambarkan pernyataan Rusia sebagai hal yang konyol dan mengaitkan bahwa AS-lah yang melakukan pembunuhan tersebut.
Pada bulan Desember 2016, ISIS mengumumkan bahwa Abu al Hassan al Muhajir adalah juru bicara baru, menggantikan al Adnani. Tidak banyak yang diketahui tentang identitas aslinya, namun nama de guerre-nya menunjukkan bahwa dia bukan warga Suriah, menurut para ahli gerakan jihad.
Pada tahun 2019, komandan milisi sosialis Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS, Mazloum Abdi, mengumumkan pembunuhan juru bicara ISIS itu, Abu Hassan al Muhajir, dalam serangan udara beberapa jam setelah pembunuhan pemimpin ISIS, Abu Bakr al Baghdadi.
Beberapa hari setelah pengumuman Abdi, juru bicara ketiga ISIS, Abu Hamza al Qurashi yang berkewarganegaraan Saudi, muncul melalui pidato audio, di mana ia berduka atas pemimpin ISIS, Abu Bakr al Baghdadi, dan juru bicara sebelumnya, Abu al Hassan al Muhajir.
Dia memberitahu bahwa Abu al Hassan al Muhajir adalah salah satu orang pertama yang datang untuk melawan AS di Irak setelah invasi pada tahun 2004.
Masa jabatan juru bicara ketiga ISIS, Abu Hamza al Qurashi, berlangsung selama tiga tahun dan ISIS tidak mengumumkan kematiannya.
Namun, para peneliti percaya bahwa dia terbunuh bersama dengan pemimpin keempat organisasi tersebut dalam serangan udara AS di Atma, karena juru bicara keempat, Abu Omar al Muhajir, menerbitkan pidato audio untuk pertama kalinya pada 10 Maret di mana dia mengumumkan pembunuhan Abdullah Qardash.
Pidato terakhir juru bicara keempat, Abu Omar al Muhajir, adalah pada tanggal 3 November 2022, ketika ia mengumumkan pembunuhan pemimpin ISIS ketiga, Abu al Hassan al Hashemi al Qurashi, dan pengangkatan Abu al Hussein al Hashemi al Qurashi sebagai penggantinya. (hanoum/arrahmah.id)