Oleh : Abu Fikri (Aktivis Gerakan Revivalis Indonesia)
(Arrahmah.com) – Ternyata pemerintah RI tetap memilih keputusan untuk tetap memberikan rekomendasi ijin penyelenggaraan kontes Miss World yang berlangsung sampai dengan tanggal 28 September 2013. Sikap pemerintah itu disampaikan Menkokesra Agung Laksono, Sabtu sore (7/9/2013). Keputusan pemerintah yang mempersilahkan pagelaran Miss World sepenuhnya di Bali sepertinya merupakan jalan tengah alias kompromi menghadapi dua kubu yang berseberangan yakni “ngototnya” Hary Tanoe cs dan desakan umat Islam yang meminta kontes maksiat itu dibatalkan. Di tengah gelombang penolakan dan kebencian umat islam terhadap pagelaran kemaksiatan internasional itu. Pemerintah RI seolah yakin bahwa keputusan tetap terselenggaranya gelar kontes ini lebih rendah “social cost” nya secara opini internasional. Ketimbang menghentikannya. Dan Harry Tanoe nampaknya sangat percaya diri untuk terus meningkatkan bargainingnya. Demi sukses terselenggaranya kontes internasional sebagai test case dukungan internasional atas rencana pencalonannya sebagai RI 2.
Sedari awal bisa diprediksikan bahwa dalam konteks kontes Miss World 2013 kali ini, kelompok kapitalis liberal sekuler yang didukung oleh pemerintah liberal sekuler juga di negeri ini yang akan memenangkan tarik ulur kepentingan sukses dan gagalnya terselenggaranya pesta kemaksiatan internasional ini. Ke depan, jika penyelenggaraan kontes Miss World 2013 kali ini berlangsung dengan penuh lancar dan kesuksesan maka semakin kokohlah Indonesia sebagai negeri yang sekuler liberal dan pluralis. Bagi seluruh elemen dan komponen umat Islam maka penting memahami arah ke depan medan perjuangan Islam. Dan bagaimana seharusnya kontruksi perjuangan Islam bisa memberikan sinyal serius kepada kekuatan hegemoni kapitalis liberal sekuler di negeri ini. Yakni sebuah sinyal yang sangat diperhitungkan dan benar-benar menjadi pressure politik yang riil.
Berkaitan dengan hal itu maka menarik apa yang disampaikan oleh koordinator ICAF (Indonesian Crime Analyst Forum) Musthofa B Nahrawardhaya dalam siaran pers yang diterima Suara Islam Online, Ahad (8/9/2013) : “Sebuah pertanyaan serius perlu saya sampaikan, bagaimana mungkin sebuah kegiatan yang sangat dibenci teroris, malah digelar sepenuhnya di Bali?,” Menurut Musthofa, digelarnya Miss World di Bali sama saja dengan mengundang teroris. Apalagi, kata Musthofa, ini Bulan September, dimana Bulan September adalah bulan dimana Tower Kembar WTC runtuh atau yang lebih dikenal sebagai peristiwa 9/11 tahun 2001 silam. “Bisa saja ini akan dijadikan ajang “Ultah” para teroris. Kita harus ingat bahwa Bali, memiliki sejarah panjang nan kelam terkait aksi teroris terkait pengeboman di AS tersebut,” lanjut aktivis muda Muhammadiyah itu. Mustofa membeberkan, setelah AS, Bali adalah sasaran kedua. Karena lekatnya Bali akan turis asing, Pulau Dewata tersebut bahkan sudah dua kali diserang teroris. Hal serupa juga dialami Hotel JW Marriott Jakarta. Karena hotel ini adalah hotel ikon asing, maka teroris pun pernah mengebom hotel di jantung kota Jakarta ini sebanyak dua kali. Menurut Caleg DPR asal PKS ini, baik Bali maupun maupun ikon-ikon Hotel di Jakarta, keduanya memiliki risiko sangat besar jika menjadi lokasi perhelatan yang sedang ditentang oleh banyak Ormas Islam itu. “Saya berharap Miss World tetap dihentikan, ini juga demi menjaga keselamatan warga Bali maupun keselamatan personil keamanan Republik Indonesia yang ditugaskan di sana,” harapnya.
Penyelenggaraan kontes Miss World kali ini menjadi sebuah moment yang bisa dimanfaatkan untuk beragam kepentingan. Dan di negara seperti Indonesia kontes Miss World dengan segala kontroversialnya akan memunculkan beberapa spekulasi implikasi antara lain :
Pertama, jika tensi gelombang desakan massa yang dikomandani oleh FPI untuk menggagalkan kontes semakin tinggi maka bukan tidak mungkin ini akan menjadi modus untuk menjebak FPI sebagai ormas yang diincar selama ini. Dan sekaligus menjadi momentum untuk menyeret pimpinannya Habib Rieziq ke penjara untuk kedua kalinya dengan potensi delik aduan penghinaan kepada presiden menggunakan jerat hukum UU IT. Kecuali jika menganggap konsentrasi penyelenggaraan pentas yang dipusatkan di Bali tidak lagi di Sentul itu dianggap sebagai kemajuan hasil perjuangan. Tentu akan berbeda lagi kondisinya.
Kedua, kontes Miss World adalah momentum Harry Tanoe untuk memperoleh dukungan opini internasional di tengah upayanya mencalonkan diri maju ke gelanggang pilpres 2014 tahun depan. Bisa jadi desakan-desakan massa yang menolak dan berjuang menggagalkan Miss World dimanfaatkan sebagai “kanalisasi” untuk menjegal Harry Tanoe oleh lawan-lawan politiknya yang sangat khawatir munculnya hegemoni calon-calon penguasa baru ke depan dari latar belakang para kapitalis media. Dan sebagaimana yang diketahui bahwa media terbesar di antara berbagai media di Indonesia yang memiliki kekuatan diperhitungkan baik secara politik dan ekonomi adalah media yang dikomandani oleh Harry Tanoe. Masuk dan diterimanya Harry Tanoe ke dalam Hanura sebagai kendaraan politik pada pentas pilpres ke depan adalah merupakan simbiosis pragmatis oleh pimpinan tertinggi Hanura,Wiranto.
Ketiga, tekanan yang dilakukan untuk menggagalkan penyelenggaraan kontes Miss World ini bukan saja dalam bentuk desakan massa melalui tuntutan lisan dan tulisan tetapi bisa mungkin dalam bentuk tekanan peledakkan “mercon besar”. Ini sangat dimungkinkan jika melihat kronologis sosio historis Bali sebagai salah satu daerah yang potensial sebagai representasi simbol-simbol perlawanan Islam selain Jakarta. Jika “mercon besar” itu terjadi maka itu bisa berfungsi ganda yakni menjadi legitimasi untuk memojokkan kelompok-kelompok Islam yang tidak setuju akan penyelenggaraan kontes. Sekaligus juga sebagai memontem untuk memberikan warning keras oleh lawan-lawan politik Harry Tanoe yang bersikeras mencalonkan diri ke pentas Pilpres 2014.
Keempat, kontes Miss World menjadi salah satu parameter yang akan menentukan potitioning Indonesia di mata internasional (kafir muharriban fi’lan). Berhasil terselenggaranya Miss World akan menjadi salah satu indikator jaminan bahwa Indonesia adalah termasuk negara di kawasan Asia yang mampu menciptakan stabilitas keamanan dan memastikan sebagai negara yang mampu mengamankan kepentingan internasional dibawah komando AS.
Perjuangan di tengah spekulasi politik
Perlu sebuah rumusan perjuangan islam di tengah spekulasi politik yang terjadi. Paling tidak harus ada beberapa hal yang diperlukan untuk mengoptimasikan perjuangan agar benar-benar mewujudkan tujuan perjuangan yang bisa merealisasikan perubahan mendasar dan menyeluruh antara lain :
Pertama, cara-cara perjuangan dengan pendekatan pergolakan pemikiran, politik dan jihad harus menjadi sebuah gabungan cara-cara perjuangan saling melengkapi. Tidak saling menegasikan. Atau saling mengkerdilkan arti perjuangan satu sama lain. Penolakan terhadap kontes Miss World sebagai ajang kemaksiatan internasional harus dilakukan dengan gabungan manhaj perjuangan. Tidak bisa menumpukan hanya pada salah satu manhaj perjuangan. Apalagi arogansi manhaj perjuangan kelompok yang menganggap kelompoknya sebagai yang terdepan mampu memimpin gelombang besar perubahan mendasar dan komprehensif. Sinergitas antar berbagai kelompok dan elemen umat adalah modal utama potensial yang sangat dibutuhkan. Apalagi melihat solidnya kekuatan kelompok-kelompok sekuler liberal yang disokong oleh pengambil kebijakan yang kapitalis sekuler liberal juga di negeri ini. Di tengah kemungkinan besar muncul dan lahirnya para penguasa sekaligus pengusaha media seperti Hary Tanoe misalnya ke depan.
Kedua, perjuangan Islam harus diarahkan demi tumbangnya rezim dan sistem thogut yang ada di negeri ini bukan tujuan partial yang berupa apresiasi atau penyesuaian-penyesuaian terhadap kemaksiatan demi kemaksiatan. Semua kelompok dan elemen umat Islam harus memiliki keyakinan yang sama bahwa solusi atas deraan berbagai persoalan yang dihadapi kaum muslimin di negeri ini adalah tegaknya sistem islam di negeri yang mayoritas islam ini. Kontes Miss World yang diselenggarakan di negeri ini di antara moment-moment kemaksiatan dan kedhaliman yang menjadi pemandangan umum mestinya menjadi momentum yang semakin menguatkan terjadinya perubahan rezim dan sistem thogut menjadi rezim dan sistem Islam. Dan semuanya bertumpu pada good will dan political will seluruh komponen umat baik yang berada dalam lingkaran penguasa, militer, pengusaha, politisi, birokrat maupun di berbagai elemen umat yang lain untuk meyakini dan menjadikan Islam sebagai solusi yang teruji secara historis, normatif dan empiris.
Ketiga, dalam jangka waktu pendek sampai dengan tanggal 28 September 2013 harus ditemukan konstruksi perjuangan riil. Yakni konstruksi perjuangan yang dilakukan berbagai elemen umat demi gagalnya kontes Miss World. Karena kontes ini menjadi salah satu parameter untuk melihat seberapa peta kekuatan islam di negeri mayoritas muslim ini. Ada yang mengawal opini. Ada yang bergerak melakukan desakan fisik dengan mobilisasi massa. Ada yang melakukan pressure politik. Ada yang melakukan negosiasi dan lobi-lobi kepada pengambil kebijakan. Ada yang melakukan jihad sesuai dengan ijtihadnya.
Akhirnya kita harus senantiasa yakin bahwa Pertolongan Allah yang ditegaskan-Nya dalam QS. Ali Imran ayat 54; wa makaruu wamakarallaah, wallaahu khairul maakiriin. Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya itu, Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. Jika demikian, tak ada alasan untuk takut pada makar musuhnya, meskipun mereka adalah penguasa. Sebab, apa artinya makar mereka dibandingkan dengan makar Allah? “Persamaan lafal yang digunakan di sini,” kata Sayyid Quthb dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an ketika sampai di ayat ini, “yang mengumpulkan antara rencana mereka dan rencana Allah, makar dan rencana, untuk menunjukkan kerendahan makar dan tipu daya mereka apabila berhadapan dengan rencana Allah. Di manakah posisi mereka dibandingkan dengan Allah? Di mana letak tipu daya mereka dibandingkan dengan rencana Allah?”. Wallahu A’lam bis shawab.
(arrahmah.com)