BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Acara kontes Miss Indonesia dan Putri Indonesia sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Acara ini merupakan ajang maksiat dengan mempertontonkan aurat dan mengeksploitasi wanita. Islam telah melindungi dan menempatkan wanita sebagai posisi yang mulia.
“Acara maksiat ini justru merendahkan martabat dan harga diri wanita. Selain itu, acara ini tidak sesuai dengan budaya dan local wisdom di Aceh,” kata Muhammad Yusran Hadi Ketua Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, kepada Arrahmah.com Jumat (20/2/2015)
Untuk itu MIUMI meminta kepada pemerintah pusat untuk melarang acara Miss Indonesia, Putri Indonesia dan kontes kecantikan sejenisnya. Acara tersebut tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan menghancurkan moral bangsa Indonesia.
“Acara tersebut sangat bertentangan dengan agama, moral dan Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.
Menurutnya umat Islam dan rakyat Indonesia yang masih punya moral patut kecewa dan menyanyangkan sikap pemerintah pusat yang tidak peduli terhadap persoalan moral ini dan tidak melarang acara maksiat tersebut.
“Selama ini, acara seperti itu terus terjadi setiap tahunnya. Di manakah hati nurani dan tanggungjawab pemimpin bangsa ini,” tanya Ustadz Yusran
Sebelumnya sejumlah Ormas Islam seperti FPI, MIUMI dan PII serta warga Aceh mengecam keras aksi umbar aurat Ratna Nurlia Alfiandi kontestan Miss Indonesia 2015 dan Jeyskia Ayunda Sembiring kontestan Putri Indonesia 2015 yang mengaku mewakili Aceh. Acara Putri Indonesia akan dihelat pada Jumat (20/2/2015) malam ini dan ditayangkan langsung di stasiun televis swasta. Ratna Nurlia, model asal Surabaya yang disebut-sebut berdarah Aceh, sementara Jeyskia berdomisili di Pekanbaru, ayahnya dari Karo Sumatera Utara sementara ibunya dari Aceh.
“Dia bukan orang Aceh dan tidak tinggal di Aceh,” ungkap ustadz Yusran.
Sedangkan Tgk Mustafa Husen Woyla, Jubir FPI Aceh menyebut Liliana Tanoesoedibjo selaku Chairwoman of Miss Indonesia Organization sebagai tidak berperikemanusiaan.
“Liliana memang selalu kloe prip (keras kepala) demi menghasilkan rupiah. Tak peduli dengan moralitas bangsa. Bahkan siapa saja yang kontra dianggap anjing menggonggong,” ujarnya.
Menurutnya ada upaya mencemarkan nama baik provinsi Serambi Mekkah ini.
“Tidak adanya peminat dari dara Aceh asli, sebenarnya sudah menjadi indokator bahwa Aceh menolak perhelatan mengekploitasi wanita tersebut,” tambahnya.
Sementara Ketua Umum Pelajar Islam Indonesia, sebagaimana dikutip dari JPNN berkomentar, “Dia sudah melanggar syariat Aceh, melanggar yang dibanggakan oleh masyarakat Aceh. Seharusnya dia tau bagaimana Aceh. Jika memang takut tidak menang karena pakai jilbab, jangan bawa nama Aceh, karena Aceh negeri Syariat.” (azmuttaqin/arrahmah.com)