Ketika Heba El-Sakka mendengar bunyi bombardir yang dilakukan tentara zionis Israel, dia, seperti waktu-waktu lainnya, merasa diintai kematian. Tetapi ia tidak pernah membayangkan, ang menjadi target Israel adalah Universitasnya.
“Proyek kelulusanku, setelah lima tahun belajar dengan keras, lenyap seketika dalam satu kedipan mata,” ujarnya dengan bercucuran air mata.
“Itu seperti, misil-misil mereka membawa sebagian dari tubuhku,” lanjutnya.
Serangan udara Israel menembakkan misil-misilnya ke gedung UIG, bangunan pendidikan paling besar dan tertua di Gaza, pada hari senin dan selasa lalu.
Enam gedung universitas termasuk asrama putrid telah rata dengan tanah oleh ulah Israel.
UIG memiliki lebih dari 16.000 siswa, Israel menghancurkan bangunan tersebut karena di sanalah tempat dididiknya para ilmuan, arsitektur. Di sana juga terdapat laboratorium penelitian terlengkap.
Serangan tersebut merusak ratusan dokumen penelitian yang dilakukan oleh para mahasiswa S1 dan Mahasiswa pasca sarjana.
“Penelitian yang kulakukan untuk kelulusanku hancur seluruhnya,” ujar Mona, salah satu Mahasiswi Teknik.
“Serangan Israel membunuh semuanya, semua harapan.”
Israel melakukan serangan di hari kelima, melepaskan misil-misil mereka untuk menghabisi 1.6 juta penduduk Gaza.
Sejauh ini serangan telah menggugurkan lebih dari 390 orang dan melukai lebih dari 1800. Lusinan bangunan telah rata dengan tanah, jalan-jalan dipenuhi dengan asap dan api, rumah sakit tidak lagi bisa menampung para korban.
Nafsu militer Israel tidak hanya menghancurkan 10 bangungan sekolah dan institusi pendidikan lainnya di Gaza, mereka juga menyisakan luka pada hati para pelajar.
“Aku tidak tahu apakah sekolahku ikut dihancurkan Israel, karena letaknya sangat dekat dengan pos keamanan,” ujar Siham Ragab, Kepala Sekolah SMU khusus perempuan, Al-Zahraa.
Sekalipun sekolahnya tidak hancur, ia yakin, para siswanya tidak akan bisa mengikuti ujian tahun yang akan datang. (Hanin Mazaya/arrahmah.com)