MINNEAPOLIS (Arrahmah.id) – Panggilan shalat dalam Islam, atau “adzan”, akan segera bergema di jalan-jalan Minneapolis, Minnesota, karena kota ini menjadi kota besar pertama di Amerika Serikat yang mengizinkan Masjid-masjid untuk menyiarkan adzan secara terbuka lima kali sehari.
Dewan Kota Minneapolis dengan suara bulat menyetujui sebuah resolusi yang membuat perubahan pada peraturan kebisingan kota, yang telah mencegah beberapa panggilan pagi dan sore hari selama waktu-waktu tertentu dalam setahun.
“Ini merupakan kemenangan bersejarah bagi kebebasan beragama dan pluralisme bagi seluruh bangsa kita,” Jaylani Hussein, direktur Dewan Hubungan Islam Amerika (CAIR) cabang Minnesota, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Kamis (13/4/2023), setelah pemungutan suara. “Kami berterima kasih kepada para anggota Dewan Kota Minneapolis yang telah memberikan contoh yang baik ini, dan kami mendorong kota-kota lain untuk mengikutinya,” lansir Al Jazeera (14/4).
Pemungutan suara tersebut berlangsung selama bulan suci Ramadhan dan disambut dengan perayaan oleh anggota komunitas Muslim setempat. Wali kota kota tersebut diharapkan akan menandatangani resolusi pada Senin depan.
“Minneapolis telah menjadi kota untuk semua agama,” kata Imam Mohammed Dukuly dari Masjid An-Nur di Minneapolis.
Kota ini mengizinkan siaran adzan sepanjang tahun tahun lalu, namun hanya antara pukul 7 pagi dan 10 malam, tidak termasuk waktu shalat subuh dan magrib.
Shalat dilakukan saat cahaya muncul saat fajar, siang hari, sore hari, saat matahari terbenam, dan saat langit malam. Di Minneapolis, fajar menyingsing sedini pukul 5:30 pagi dan matahari terbenam setelah pukul 9 malam pada waktu-waktu tertentu dalam setahun.
Sejak 1990-an, Minneapolis memiliki komunitas imigran yang dinamis dari Afrika Timur, dan masjid telah menjadi hal yang biasa di seluruh kota, di mana tiga dari 13 anggota dewan kota mengidentifikasi dirinya sebagai Muslim.
Resolusi tersebut mendapat dukungan dari berbagai agama di masyarakat, termasuk para pemimpin Kristen dan Yahudi yang mendukung perpanjangan waktu tersebut dalam rapat dengar pendapat baru-baru ini.
Upaya ini tidak menghadapi tentangan dari masyarakat, terutama di negara di mana upaya untuk mempromosikan kegiatan masjid kadang-kadang menjadi sasaran Islamofobia dan retorika anti-Muslim.
Pada 2010, sebuah upaya untuk membangun Masjid dan ruang komunitas di dekat Ground Zero, lokasi serangan 9/11 di New York City, menghadapi penolakan keras dari kelompok-kelompok anti-Muslim, yang pada akhirnya memaksa para perencana untuk membatalkan upaya tersebut.
Mantan Presiden AS Donald Trump juga condong pada retorika dan kebijakan anti-Muslim, seperti “larangan Muslim” yang membatasi orang-orang dari berbagai negara mayoritas Muslim untuk datang ke Amerika Serikat. (haninmazaya/arrahmah.id)