MINGORA (Arrahmah.com) – Menurut salah seorang pengungsi dari Mingora, Ibukota Lembah Swat, Mingora kini berubah menjadi kota mati dimana tidak meninggalkan suatu apapun bagi para penduduk untuk bertahan hidup.
“Jika siapapun ingin melihat gambaran hari akhir, dia dapat pergi ke Mingora,” ujar pengungsi yang merasakan penderitaan akibat operasi militer yang dilancarkan tentara boneka Pakistan memerangi mujahidin Taliban di Lembah Swat.
“Tidak ada sesuatu pun yang tertinggal untuk mempertahankan hidup,” ujar Mohammad Daud, seorang penjahit yang hidup tak jelas arah selama lebih dari 20 hari di Mingora sejak Pakistan melancarkan operasi militernya.
Tidak ada listrik, air dan makanan. Jalan-jalan di sana selalu menggemakan suara tembakan dan sirine-sirine militer sejak 8 Mei silam.
Bukit-bukit yang indah, sekitar 160 Km dari Islamabad, merupakan salah satu ciri khas Mingora, dimana kita bisa beristirahat dengan tenang di sana, merasakan sejuknya udara dan dinginnya air yang bersumber langsung dari pegunungan. Kini, kota tersebut menanggung konsekuensi akibat operasi militer yang digaungkan pemerintah Pakistan hanya untuk mengeliminasi Taliban dari wilayah Pakistan.
Tentara boneka Pakistan melakukan serangan tanpa pandang bulu, mereka membombardir desa-desa, menghancurkan gedung-gedung termasuk rumah-rumah sipil. Kerusakan yang diakibatkan oleh operasi militer yang mereka lancarkan sungguh sangat dahsyat. Benar adanya statemen yang dikeluarkan oleh petinggi-petinggi Pakistan baru-baru ini, bahwa mereka akan segera “membersihkan” Mingora secepatnya. (haninmazaya/prtv/arrahmah.com)