KHARTOUM (Arrahmah.id) – Tentara Sudan telah melancarkan serangan besar-besaran di ibu kota, Khartoum, untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai oleh Pasukan Pendukung Cepat (RSF), sumber militer mengatakan kepada Al Jazeera.
Tentara melakukan serangan udara pada Kamis (26/9/2024) terhadap posisi RSF di ibu kota dan utara Khartoum dalam serangan terbesar dalam beberapa bulan terakhir.
Laporan Al Jazeera mengatakan bahwa tentara telah menguasai tiga jembatan utama, termasuk dua jembatan yang menghubungkan kota Omdurman dengan ibu kota.
Pasukannya telah “bergerak maju ke arah istana kepresidenan di mana juga dilaporkan terjadi pertempuran sengit”, kata Morgan.
Tentara menyerang beberapa situs militer milik RSF, kata sumber-sumber itu. Senjata berat dan ringan digunakan dalam pertempuran yang terus berlanjut, dan Angkatan Udara Sudan melakukan beberapa penerbangan di atas Khartoum, mereka menambahkan.
Sedikitnya empat orang tewas dan 14 lainnya terluka dalam penembakan artileri pada Kamis pagi oleh RSF, yang menargetkan lingkungan pemukiman di Kegubernuran Karari, sebelah utara Omdurman, menurut juru bicara Kementerian Kesehatan Negara Khartoum, Mohamed Ibrahim.
Korban luka-luka dipindahkan ke Rumah Sakit Al-No, katanya.
Meskipun tentara berhasil merebut kembali beberapa wilayah di Omdurman pada awal tahun ini, mereka sebagian besar bergantung pada artileri dan serangan udara dan tidak mampu mengusir pasukan darat RSF yang lebih efektif yang tertanam di Khartoum.
Sumber-sumber militer mengatakan bahwa serangan itu “telah direncanakan selama berbulan-bulan”, kata Morgan, dengan latar belakang hiruk-pikuk artileri dan jet tempur di atas kepala.
Sudan terjerumus ke dalam konflik pada April 2023, ketika ketegangan yang telah lama membara antara kepala militer Abdel Fattah al-Burhan dan pemimpin RSF Mohamed Hamdan “Hemedti” Dagalo pecah dalam konflik yang sejauh ini telah membuat lebih dari 10 juta orang mengungsi, atau seperlima dari populasi Sudan, baik di dalam negeri maupun di seberang perbatasan.
“Anda dapat mendengar artileri berat sekarang masih berlangsung, jadi sepertinya tentara masih bertempur melawan RSF di beberapa posisi,” lapor Morgan.
Di daerah yang dikuasai RSF di Khartoum, seorang warga mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ia mendengar “semua jenis artileri berat” datang dari segala arah sejak sebelum fajar menyingsing.
“Kami duduk bersama para tetangga, mengantisipasi kejadian berikutnya,” kata penduduk tersebut, seraya menambahkan bahwa ada harapan bahwa militer akan merebut kembali kota tersebut karena ‘orang-orang sudah muak dengan milisi’.
Perang saudara yang berdarah telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang mengerikan, namun upaya diplomatik oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain telah goyah, dengan militer menolak untuk menghadiri pembicaraan bulan lalu di Swiss.
Militer mencoba untuk “menguras kapasitas dan kemampuan” RSF, sehingga kehadiran mereka di ibu kota dapat “diminimalkan”, kata Morgan.
“Sumber-sumber mengatakan bahwa ini adalah waktu yang tepat, karena RSF sedang sibuk di medan lain di Darfur Utara, serta di bagian selatan dan tengah negara itu,” tambahnya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyuarakan keprihatinannya pada Rabu atas “eskalasi” dalam konflik tersebut ketika ia bertemu al-Burhan di sela-sela Majelis Umum PBB di New York.
Guterres “menyatakan keprihatinan mendalam mengenai eskalasi konflik di Sudan, yang terus memberikan dampak buruk pada warga sipil Sudan dan beresiko meluas ke wilayah regional”, demikian menurut pembacaan PBB mengenai pertemuan tersebut.
Dorongan oleh tentara, yang kehilangan kendali atas sebagian besar ibukota pada awal konflik, terjadi sebelum pidato al-Burhan yang dijadwalkan untuk pertemuan PBB.
Sebuah penilaian yang didukung oleh PBB telah memperingatkan risiko kelaparan yang meluas di Sudan dalam skala yang belum pernah terjadi di mana pun di dunia dalam beberapa dekade terakhir. (haninmazaya/arrahmah.id)