KHARTOUM (Arrahmah.id) – Faksi militer Sudan yang bertikai pada Selasa (2/5/2023) menyetujui prinsip gencatan senjata tujuh hari mulai Kamis 4 Mei 2023, Sudan Selatan mengumumkan, karena lebih banyak serangan udara dan penembakan di wilayah Khartoum mengganggu gencatan senjata jangka pendek terbaru.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kementerian luar negeri Sudan Selatan, yang telah menawarkan untuk menengahi konflik tersebut, mengatakan bahwa Presiden Salva Kiir menekankan pentingnya gencatan senjata yang lebih lama dan menunjuk utusan untuk pembicaraan damai, yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Kredibilitas kesepakatan gencatan senjata kesepakatan 4-11 Mei yang dilaporkan antara panglima militer Sudan Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan dan pemimpin pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo tidak jelas, mengingat pelanggaran yang merajalela yang merusak kesepakatan sebelumnya berjalan dari 24 hingga 72 jam.
Perang Sudan telah memaksa 100.000 orang melarikan diri melintasi perbatasannya dan pertempuran yang kini memasuki pekan ketiga menciptakan krisis kemanusiaan, kata para pejabat PBB pada Selasa pagi (2/5).
Konflik berisiko berkembang menjadi bencana yang lebih luas karena tetangga-tetangga Sudan yang miskin menghadapi krisis pengungsi dan pertempuran menghambat pengiriman bantuan di negara di mana dua pertiga rakyatnya sudah bergantung pada bantuan dari luar itu.
Presiden Mesir Abdel-Fattah El-Sisi mengatakan Kairo akan memberikan dukungan untuk dialog di Sudan antara faksi-faksi yang bersaing, tetapi juga berhati-hati untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri mereka.
“Seluruh wilayah dapat terpengaruh,” katanya dalam sebuah wawancara dengan sebuah surat kabar Jepang pada Selasa (2/5) ketika seorang utusan dari panglima militer Sudan, yang memimpin salah satu pihak yang bertikai, bertemu dengan para pejabat Mesir di Kairo.
Para pejabat PBB mengatakan kepala bantuan PBB Martin Griffiths bermaksud mengunjungi Sudan pada Selasa (2/5) tetapi waktunya masih harus dikonfirmasi.
Program Pangan Dunia PBB (WFP) mengatakan pada Senin (1/5) bahwa pihaknya melanjutkan pekerjaan di bagian yang lebih aman di negara itu setelah jeda sebelumnya dalam konflik, di mana beberapa staf WFP terbunuh.
“Risikonya adalah ini tidak hanya akan menjadi krisis Sudan, ini akan menjadi krisis regional,” kata Michael Dunford, direktur WFP Afrika Timur.
Para komandan angkatan darat dan RSF, yang telah berbagi kekuasaan sebagai bagian dari transisi yang didukung internasional menuju pemilihan bebas dan pemerintahan sipil, tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur. (zarahamala/arrahmah.id)