MYANMAR (Arrahmah.com) – Militer Myanmar telah membebaskan Ashin Wirathu, seorang biksu Buddha nasionalis yang dikenal anti-Muslim.
Wirathu dipenjara akhir tahun lalu setelah menyerahkan diri kepada pihak berwenang atas tuduhan yang dilayangkan terhadapnya.
Dia didakwa karena mencoba untuk membawa kebencian atau penghinaan, dan ketidakpuasan terhadap pemerintah saat itu.
Wirathu kini dibebaskan setelah semua tuduhan terhadapnya dibatalkan, kata militer dalam sebuah pernyataan pada Senin (6/9/2021), dilansir Al Jazeera.
Dia menerima perawatan di rumah sakit militer, tambah militer, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Sementara itu, Myanmar Now, sebuah kelompok media independen, mengatakan Wirathu telah “diampuni” oleh militer di tengah kampanye pembebasannya oleh para pendukung nasionalis.
Namun, beredar kabar bahwa Wirathu dibebaskan karena menderita Covid-19 dan tidak dalam keadaan sehat.
Wirathu pernah dijuluki oleh majalah Time sebagai The Face of Buddhist Terror atau Wajah Teror Buddhis.
Dikutip dari Al Jazeera, julukan itu disematkan karena perannya dalam membangkitkan kebencian agama di Myanmar.
Wirathu, yang berasal dari pusat kota Mandalay, terlibat dalam kelompok 969 anti-Muslim pada 2001 dan pertama kali dipenjara pada 2003.
Dirilis pada 2010, dia menjadi terkenal dua tahun kemudian setelah kerusuhan pecah antara umat Buddha dan etnis minoritas Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine barat.
Dia mendirikan organisasi nasionalis yang dituduh menghasut kekerasan terhadap Muslim dan juga berhasil melobi undang-undang yang mempersulit pernikahan beda agama.
Pada tahun 2017, otoritas Buddhis tertinggi Myanmar melarangnya berkhotbah selama satu tahun karena “omelannya”.
Facebook kemudian menutup akunnya pada 2018.
Namun biksu berusia 53 tahun itu tetap menjadi anggota tetap dalam aksi unjuk rasa nasionalis.
Di mana dia menuduh pemerintah Aung San Suu Kyi melakukan korupsi dan marah terhadap upayanya yang gagal untuk menulis ulang konstitusi yang dirancang oleh militer.
Wirathu mampu membangun prasangka buruk yang luas terhadap Muslim Rohingya di Myanmar, yang mayoritas beragama Buddha.
Meski Muslim Rohingya memiliki banyak keluarga yang telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, bagi Wirathu mereka adalah migran dari Bangladesh.
Pada tahun 2017, serangan oleh kelompok bersenjata Rohingya di pos polisi Myanmar memicu tindakan keras militer brutal yang menyebabkan ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dan sekarang menjadi subjek kasus genosida di Mahkamah Internasional.
Diketahui, Wirathu memiliki banyak pengikut dan dipandang memiliki hubungan dekat dengan militer.
Namun dalam sebuah video yang dirilis di media sosial saat dia berada di penjara, dia mengeluh dengan pahit tentang perlakuan pemerintah yang dibentuk oleh militer.
Myanmar sendiri saat ini masih berada dalam kekacauan yang terjadi sejak militer merebut kekuasaan dari Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada 1 Februari 2020.
Pengambilalihan kekuasaan itu memicu gerakan protes massa yang melumpuhkan perekonomian.
Militer menanggapi protes massa dengan kekerasan hingga menyebabkan lebih dari 1.000 orang termasuk anak-anak tewas dalam tindakan keras tersebut, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, yang memantau penangkapan dan kematian.
Adapun kudeta militer dilakukan karena para jenderal militer menuduh adanya kecurangan pemilu dalam pemilihan November 2020, di mana bulan lalu mereka kemudian membatalkan hasil pemungutan suara.
Aung San Suu Kyi ditahan ketika para jenderal merebut kekuasaan dan menghadapi serangkaian tuduhan termasuk melanggar pembatasan virus corona, korupsi, dan melanggar undang-undang rahasia resmi. (hanoum/arrahmah.com)