TEL AVIV (Arrahmah.id) – Militer ‘Israel’ memiliki “keraguan serius” tentang kelayakan rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dan memfasilitasi pengusiran massal penduduknya ke negara lain, media ‘Israel’ melaporkan pada Jumat (7/2/2025).
Menurut surat kabar ‘Israel’ Yedioth Ahronoth, rencana tersebut bergantung pada dua hal yang tidak ada – kemauan rakyat Gaza untuk pergi, dan kemauan negara-negara untuk menerima mereka.
Pejabat senior militer yang dikutip oleh surat kabar tersebut mengatakan mereka menginginkan solusi yang menghindari tuduhan kejahatan perang. Mereka juga mengatakan tantangan terbesar adalah kurangnya dukungan internasional – terutama karena Hamas masih menguasai Gaza dan kemungkinan tidak akan mengizinkan pengungsian massal.
Sejak 7 Oktober 2023, sekitar 30.000 warga Palestina telah pergi, sebagian besar adalah orang-orang kaya yang berhasil melarikan diri lebih awal, sementara 1.500 orang sakit dan terluka diizinkan pergi dengan persetujuan ‘Israel’.
Tentara ‘Israel’ telah mempertimbangkan untuk mendanai emigrasi melalui donor Arab atau bantuan AS, tetapi ada ketidaksepakatan mengenai apakah banyak warga Palestina benar-benar ingin pergi.
Sebagian yakin ratusan ribu orang akan meninggalkan Jalur Gaza, terutama mereka yang paling menderita, sementara sebagian lain menganggap rencana itu akan dianggap sebagai pemindahan paksa dan menghadapi penolakan luas. Di masa lalu, ‘Israel’ diam-diam memfasilitasi emigrasi 60.000 warga Gaza, tetapi banyak yang berjuang untuk menetap di luar negeri dan akhirnya kembali.
Menteri Pertahanan ‘Israel’, Israel Katz, memerintahkan pimpinan militer pada Jumat (7/2) untuk menegur Mayor Jenderal Shlomi Binder – kepala intelijen tentara ‘Israel’ – karena menyoroti potensi masalah dalam rencana Trump.
Media berita berbahasa Ibrani, Channel 13, melaporkan bahwa selama penilaian, Binder mengatakan rencana tersebut berpotensi mengakibatkan eskalasi dan “kekerasan musuh,” termasuk di Tepi Barat yang diduduki dan menjelang bulan suci Ramadan.
“Tidak akan ada kenyataan di mana perwira IDF akan berbicara menentang rencana penting Presiden AS Trump terkait Gaza, dan menentang arahan eselon politik,” kata Katz.
Shlomi mengumumkan bahwa dia berbicara dengan menteri pertahanan dan mengklarifikasi bahwa dia tidak mengkritik rencana tersebut.
“Saya berbicara dengan Menteri Pertahanan, dan saya mengklarifikasi bahwa saya tidak menentang rencana Trump dan bahwa IDF, dan karena itu saya juga, berada di bawah eselon politik dan akan mengikuti instruksinya,” kata Shlomi.
“Berdasarkan peran saya, saya menyampaikan kemungkinan implikasi dari wacana mengenai subjek tersebut, pandangan musuh dari perspektif keamanan, dan rekomendasi untuk aktivitas ofensif yang sesuai,” tambahnya.
Mantan kepala intelijen ‘Israel’ Amos Yadlin mengatakan kepada sebuah stasiun radio pada tanggal 6 Februari bahwa rencana Trump tidak mungkin berhasil.
“Rencana yang sangat menguntungkan telah disampaikan kepada warga ‘Israel’ di sini dan saya berharap rencana itu akan terwujud. Namun, menurut saya peluang terjadinya rencana itu sangat kecil, dan juga mengandung risiko,” katanya.
Awal pekan ini, Trump menjadi berita utama dan menuai kecaman luas secara regional dan internasional atas pernyataannya bahwa AS akan “mengambil alih” dan membangun “kepemilikan” atas Jalur Gaza.
Presiden AS telah bersikeras pada gagasan mengusir penduduk Gaza ke negara tetangga, yaitu Yordania dan Mesir – keduanya telah dengan tegas menolak pemindahan massal warga Palestina dan telah menolak seruan presiden AS.
Trump mengklaim usulannya bertujuan untuk menjauhkan warga Palestina dari bahaya agar dapat membangun kembali jalur tersebut dengan aman dan menangani sejumlah besar persenjataan yang belum meledak.
Rencana tersebut mendapat reaksi keras internasional dan regional serta pertentangan dari pejabat dan tokoh politik AS, yang mengatakan bahwa gagasan itu tidak layak dan berisiko membahayakan perjanjian gencatan senjata.
Trump mengatakan pada Kamis (6/2) bahwa Gaza akan “diserahkan” ke AS oleh ‘Israel’.
“Jalur Gaza akan diserahkan kepada AS oleh ‘Israel’ setelah pertempuran berakhir,” presiden menyatakan di platform media sosialnya Truth Social.
“Warga Palestina seharusnya sudah dimukimkan kembali di komunitas yang jauh lebih aman dan lebih indah, dengan rumah-rumah baru dan modern, di wilayah tersebut. Mereka sebenarnya akan memiliki kesempatan untuk hidup bahagia, aman, dan bebas,” imbuhnya.
From Gaza:
"A message to Trump … we will NOT leave." pic.twitter.com/UxQ1l6xe8d
— The Cradle (@TheCradleMedia) February 6, 2025
Trump melanjutkan dengan mengatakan bahwa “AS, bekerja sama dengan tim-tim pembangunan yang hebat dari seluruh dunia, akan perlahan-lahan memulai pembangunan yang kelak akan menjadi salah satu pembangunan terbesar dan paling spektakuler di dunia,” seraya menambahkan bahwa “Tidak akan dibutuhkan tentara AS” dan bahwa “Stabilitas di kawasan akan terwujud.”
Baik Hamas maupun Palestina di jalur tersebut telah menyatakan penolakan penuh terhadap rencana tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)