OUAGADOUGOU (Arrahmah.id) — Militer Burkina Faso yang berkuasa sejak 2022 akan memperpanjang kekuasaannya selama lima tahun lagi. Hal ini diungkapkan selama kesepakatan dialog nasional pada Sabtu (25/5/2024).
Pemimpin junta miiter saat ini adalah Presiden Ibrahim Traore.
Ketua dialog nasional Moussa Diallo mengatakan, ketika masa transisi berakhir, Traore dapat mencalonkan diri dalam pemilu.
Dialog nasional digelar di ibu kota Ouagadougou melibatkan perwakilan masyarakat sipil, pasukan keamanan dan pertahanan, serta anggota parlemen di majelis transisi pemerintahan.
“Durasi transisi ditetapkan selama 60 bulan mulai 2 Juli 2024,” kata Diallo yang berasal dari kelompok militer, dikutip AP (25/5).
Pemerintahan transisi Burkina Faso saat ini beranggotakan perwira militer, masyarakat sipil serta pemimpin tradisional dan agama. Ibrahim Traore ditunjuk sebagai presiden.
Pemerintahan transisi telah menetapkan tujuannya yakni menyelenggarakan pemilu pada Juli 2024 untuk menuju pemerintahan demokratis. Tapi, Traore telah berulang kali memperingatkan bahwa penyelenggaraan pemilu akan sulit dilakukan mengingat situasi keamanan yang berbahaya.
Selain memperpanjang kekuasaan junta, dialog nasional juga menyepakati penentuan kursi anggota majelis partai tradisional di majelis.
Dilansir AFP, kursi anggota tidak lagi berdasarkan kuota, melainkan berdasarkan patriotisme. Itu akan menjadi satu-satunya kriteria dalam memilih wakil rakyat.
“Anda baru saja menulis ulang halaman baru dalam sejarah negara kami,” kata Menteri Wilayah, Emile Zerbo, yang membuka pertemuan.
Hasil dialog nasional itu disebut piagam “Korag.”
Ini untuk memantau dan mengendalikan implementasi visi strategis negara di semua bidang.
Komposisi dan operasionalnya berada pada kebijaksanaan presiden.
Sebagian besar partai politik memboikot dialog tersebut. Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh para pemimpin junta melakukan kekerasan terhadap warga sipil selama kampanye militer melawan kelompok bersenjata.
Dilansir Le Monde, junta juga dituduh telah membungkam media dan para pemimpin oposisi.
Junta militer melakukan kudeta karena frustrasi dengan kekerasan kelompok bersenjata jaringan kelompok militan Islamic State (ISIS) dan al-Qaeda. Namun, meski saat ini Burkina Faso dipimpin militer, ancaman kekerasan tersebut masih terus terjadi.
Penguasa militer juga menjauh dari para sekutu Barat, mengusir pasukan dan diplomat Prancis. Sebaliknya, kini mereka meminta bantuan militer dari Rusia untuk keamanan negaranya. (hanoum/arrahmah.id)