MINDANAO (Arrahmah.com) – Dengan gagalnya kesepakatan damai yang terjadi baru-baru ini, perang di Mindanao, salah satu pulau di Philipina, terus berlangsung sangat hebat.
Orang-orang yang menjadi kekuatan Orlando de Guzman mendatangi bagian Utara Pulau ini untuk memeriksa keadaan tentara Pemerintah yang di dukung militan-militan Kristen di area tersebut. Apakah mereka hidup dengan keadaan baik.
Pemerintah berusaha menjamin keamanan di area tersebut sebelum Pejuang-pejuang MILF mendudukinya.
Tanpa kehadiran militer atau polisi lokal di daerah itu, penduduk-penduduk Kristen mengambil alih hukum ke tangan mereka dan mereka mulai membentuk militer sendiri.
Perselisihan di daratan ini telah terjadi sejak dua generasi silam.
“Di tahun 40-an dan 50-an, nenek moyang kami dipindahkan ke sini oleh pemerintah, dalam suatu program transmigrasi, mereka berjanji bahwa daratan ini akan menjadi milik kami, dan kami berhak mengembangkan daratan ini,” ujar salah satu petani lokal (Kristen) seperti yang dilansir Al-Jazeera.
“MILF menuntut agar kami dipulangkan kembali,” lanjutnya.
Penduduk Kristen awalnya adalah kaum minoritas di Pulau ini, di mana penduduk Muslim merupakan penduduk asli yang mengendalikan seluruh daratan sebelum pada akhirnya di caplok oleh pemerintah Philipina dan di klaim sebagai bagian dari wilayah mereka, setelah Perang Dunia II.
Sebuah program Transmigrasi yang dilakukan secara besar-besaran, memindahkan Para penduduk Kristen dari Utara ke Pulau ini, dan kini, penduduk Muslim menjadi minoritas.
Peperangan telah berlangsung lama di Pulau ini.
Program yang Dipercepat
Bagaimanapun, kebijakan pemerintah Philipina untuk merekrut militer dari kalangan militant Kristen merupakan salah satu aspek paling fatal dalam konflik.
“Program transmigrasi ini, telah didukung dengan kekuatan militer yang kental, di mana setiap orang yang dipindahkan, diberikan senjata untuk melindungi diri mereka di area tersebut,” ujar Mary Ann Arnando, salah satu anggota Partai Politik di Mindanao.
“Demikian mereka telah didukung hingga saat ini.” Lanjutnya.
Penduduk pendatang diberi pekerjaan secara normal, polisi dan militer menjaga mereka karena dikhawatirkan menyebrang dari Mindanao.
Di Cotabato Utara dapat dengan mudah melihat warga sipil yang bergabung dengan militer. Perekrutan terjadi dengan cepat. Pelatihan untuk program ini pun hanya memerlukan waktu enam minggu untuk tujuan mengambil alih keamanan yang sedang vakum.
“Di sini, bukan rahasia lagi jika setiap penduduk memiliki dan menggunakan senjata, untuk keamanan dan keselamatan mereka,” ujar salah satu pelatih yang tidak ingin disebutkan namanya.
Lebih dari seribu militant Kristen telah dilatih dengan tujuan untuk melawan mujahidin-mujahidin MILF setelah pasukan pemerintah keluar dari Cotabato Utara. (Hanin Mazaya/arrahmah.com)