KAMPALA (Arrahmah.id) — Sebanyak 54 orang dari pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika asal Uganda tewas usai kelompok militan Asy Syabaab mengepung markas Uni Afrika di Somalia pekan lalu.
Dilansir France24 (4/6/2023), Presiden Uganda Yoweri Museveni menyebut peristiwa tersebut merupakan salah satu serangan terburuk oleh Asy Syabaab di negara yang dilanda perang itu.
“Kami menemukan jasad 54 prajurit yang gugur, termasuk seorang komandan,” kata Museveni dalam unggahan di Twitter hari Sabtu malam.
Pemimpin veteran tersebut berbicara saat pertemuan dengan anggota partai pemerintahnya, Gerakan Perlawanan Nasional, seperti yang diinformasikan oleh kepresidenan.
Temuan ini merupakan salah satu yang paling berat sejak pasukan propemerintah yang didukung oleh pasukan Uni Afrika yang dikenal sebagai ATMIS meluncurkan serangan terhadap Asy Syabaab pada Agustus tahun lalu.
Hal itu juga merupakan pengakuan langka terhadap jumlah korban tewas militer yang besar oleh anggota Uni Afrika.
Asy Syabaab, yang melancarkan pemberontakan mematikan melawan pemerintah pusat Somalia selama lebih dari satu dekade, mengaku bertanggung jawab atas serangan 26 Mei, dengan menyatakan mereka menguasai markas tersebut dan membunuh 137 prajurit.
Asy Syabaab dikenal sering membesar-besarkan klaim keuntungan di medan perang untuk tujuan propaganda, dan pemerintah negara-negara yang menyumbangkan pasukan kepada pasukan Uni Afrika jarang memastikan jumlah korban.
Militan tersebut mengemudikan mobil yang sarat bahan peledak ke dalam markas di Bulo Marer, 120 kilometer di sebelah barat daya ibu kota Mogadishu, yang mengakibatkan baku tembak, kata penduduk setempat dan seorang komandan militer Somalia seperti dikutip France24.
Museveni sebelumnya juga mengatakan, “Beberapa prajurit di sana tidak tampil seperti yang diharapkan dan panik ketika sekitar 800 penyerang menyerbu.”
Hal itu memaksa penarikan mundur ke markas yang terletak sekitar sembilan kilometer dari sana, katanya, dengan menyesalkan “hilangnya kesempatan untuk menghancurkan” gerilyawan Asy Syabaab itu.
“Kesalahan itu dilakukan oleh dua komandan, Mayor Oluka dan Mayor Obbo, yang memerintahkan prajurit untuk mundur,” kata Museveni, yang menambahkan mereka akan dihadapkan pada tuntutan di pengadilan militer.
“Namun, prajurit-prajurit kami menunjukkan ketahanan yang luar biasa dan mengorganisir diri mereka sendiri, sehingga berhasil merebut kembali markas tersebut.”
ATMIS belum mengungkapkan berapa banyak orang yang tewas, tetapi mengatakan bahwa mereka mengirimkan helikopter serang sebagai penguatan usai serangan dini hari.
Amerika Serikat (AS) juga mengatakan mereka melakukan serangan udara di dekat markas itu sehari setelah diserang.
Komando Afrika AS mengatakan mereka menghancurkan senjata dan peralatan yang diambil secara melanggar hukum oleh para pejuang Asy Syabaab, tanpa menyebutkan kapan atau di mana senjata tersebut dicuri.
‘Perang total’ ini menyoroti masalah keamanan endemik di negara di Kawasan Laut Merah dan Teluk Aden ketika mereka berjuang untuk bangkit dari beberapa dekade konflik dan bencana alam.
Tahun lalu, Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamud meluncurkan “perang total” melawan Asy Syabaab, dengan mengajak warga Somalia untuk membantu membersihkan anggota kelompok jihadis tersebut yang ia sebut sebagai “kutu busuk”.
Dalam beberapa bulan terakhir, pasukan militer dan milisi yang dikenal sebagai “macawisley” merebut kembali sebagian wilayah di pusat negara itu dalam sebuah operasi yang didukung oleh ATMIS dan serangan udara AS.
Namun, meskipun adanya kemajuan oleh pasukan propemerintah, militan tersebut terus melancarkan serangan dengan kekuatan mematikan terhadap target sipil dan militer.
Dalam serangan Asy Syabaab paling mematikan sejak peluncuran serangan tersebut, 121 orang tewas pada Oktober dalam dua ledakan bom mobil di kementerian pendidikan di Mogadishu.
Pada Mei 2022, para militan menyerbu sebuah markas Uni Afrika dan memicu baku tembak sengit yang menewaskan sekitar 30 pasukan penjaga perdamaian Burundi, kata seorang perwira militer Burundi, seperti dikutip France24.
Pemerintah Somalia dan Uni Afrika mengutuk serangan tersebut, tanpa mengungkapkan berapa banyak orang yang tewas.
Pada September 2015, setidaknya 50 pasukan Uni Afrika oleh sumber-sumber militer Barat dilaporkan tewas saat pejuang Asy Syabaab menguasai sebuah pangkalan militer di sebelah barat daya Mogadishu.
Pasukan ATMIS yang beranggotakan 20.000 orang punya tugas lebih ofensif daripada pendahulunya yang dikenal sebagai AMISOM.
Pasukan tersebut berasal dari Uganda, Burundi, Djibouti, Etiopia, dan Kenya, dengan pasukan yang ditempatkan di selatan dan tengah Somalia. Tujuannya adalah untuk menyerahkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan dan polisi Somalia pada tahun 2024.
Dalam laporan kepada Dewan Keamanan PBB pada Februari, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa tahun 2022 adalah tahun termematikan bagi warga sipil di Somalia sejak tahun 2017, yang sebagian besar disebabkan oleh serangan Asy Syabaab. (hanoum/arrahmah.id)