BAGHDAD (Arrahmah.id) — Milisi Syiah Irak, Kataib Hizbullah, pada Selasa (30/1/2024) mendadak mengumumkan berhenti melawan pasukan Amerika Serikat (AS) di wilayah tersebut.
Motif di balik keputusan kelompok tersebut tidak jelas. Namun seorang penasihat Perdana Menteri (PM) Irak mengatakan upaya PM tersebut telah membuahkan hasil.
“Ini adalah hasil dari upaya yang dilakukan oleh Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani secara internal dan eksternal dengan berbagai kekuatan dan partai di Irak, dan seruan yang dibuat oleh pemerintah Irak untuk menghindari eskalasi dan menghindari terjadinya lebih banyak ketegangan untuk memastikan kelancaran proses negosiasi dan untuk menyelesaikan penarikan (pasukan AS) dari Irak,” terang penasihatnya, Hisham Al-Rikabi, kepada CNN (30/1/2024) sebagai reaksi terhadap pengumuman Kataib Hizbullah.
Keputusan ini diambil dua hari setelah serangan drone atau pesawat tak berawak menewaskan tiga anggota militer AS dan melukai puluhan lainnya.
Kelompok ini dianggap sebagai faksi bersenjata paling kuat di Irak. AS menganggap Iran bertanggung jawab mempersenjatai dan mendukung kelompok-kelompok ini dan secara khusus menyebut Kataib Hizbullah sebagai pihak yang kemungkinan melakukan serangan mematikan pada Ahad (28/1/2024).
Kataib Hizbullah juga berusaha menjauhkan Iran dari serangan yang mereka lakukan hampir setiap hari di Irak dan Suriah sejak 17 Oktober, dengan mengatakan bahwa mereka melakukan serangan atas kehendak mereka sendiri, dan tanpa campur tangan pihak lain.
“Sebaliknya, saudara-saudara kita di poros Iran tidak tahu bagaimana kita melakukan perlawanan, dan mereka sering menolak tekanan dan eskalasi terhadap pasukan pendudukan AS di Irak dan Suriah,” tambah kelompok tersebut dalam pernyataannya.
Sementara itu, AS dilaporkan tidak memiliki komentar khusus terkait hal ini.
“Kami telah melihat laporan-laporan tersebut. Saya tidak punya komentar khusus untuk diberikan selain tindakan yang berbicara lebih keras daripada kata-kata,” terang Sekretaris pers Pentagon Mayjen Pat Ryder dalam pengarahan pada Selasa (30/1).
CNN melaporkan pada pekan lalu, AS dan Irak diperkirakan akan segera memulai pembicaraan mengenai masa depan kehadiran militer AS di negara tersebut, di tengah seruan publik dari pemerintah Irak agar AS menarik pasukannya. (hanoum/arrahmah.id)