YAMAN (Arrahmah.id) — Milisi Syiah Houthi Yaman mengumumkan pembebasan 100 tahanan pada Sabtu (25/5/2024) sebagai inisiatif kemanusiaan. Meski begitu, pemerintahan Yaman yang sah dan diakui belum mengkonfirmasi langkah Houthi tersebut.
“Di bawah arahan Abdul-Malik Badr al-Din al-Houthi (pemimpin milisi syiah Houthi), kami akan menerapkan inisiatif kemanusiaan sepihak pada hari Sabtu,” Abdul Qader Al-Murtada, ketua Komite Nasional Urusan Tahanan milisi Syiah Ansarallah Houthi, menulis di X, dikutip dari The Independent (26/5/2024).
“Kami akan membebaskan lebih dari 100 tahanan dari pihak lain,” katanya.
Pihak lain yang dimaksud mengacu pada pemerintah sah Yaman yang didukung oleh koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi.
Hingga pukul 21:0 GMT, pemerintah Yaman yang sah belum mengeluarkan pernyataan mengenai pengumuman tersebut.
Kedua belah pihak sebelumnya telah melakukan beberapa kesepakatan pertukaran tahanan melalui upaya lokal dan internasional.
Selama konsultasi yang disponsori PBB di Swedia pada tahun 2018, para pihak menyerahkan daftar yang berisi nama lebih dari 15.000 tahanan, tahanan, dan korban penculikan.
Tidak ada perhitungan akurat mengenai jumlah tahanan yang ditahan oleh kedua belah pihak, terutama karena semakin banyak orang yang ditangkap.
Pada tanggal 20 Maret 2023, pemerintah Yaman dan Houthi sepakat untuk membebaskan 887 tahanan dan tahanan dari kedua belah pihak setelah berkonsultasi di Swiss.
Pada 16 April 2023, pemerintah yang sah mengumumkan selesainya proses pertukaran tahanan gelombang pertama dengan Houthi, yang melibatkan sekitar 900 tahanan dari kedua belah pihak.
Di antara mereka yang dibebaskan adalah anggota pasukan koalisi Arab, Nasser Mansour (saudara laki-laki mantan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi), mantan Menteri Pertahanan Mahmoud al-Subaihi, putra mantan Wakil Presiden Ali Mohsen al-Ahmar, dan putra Wakil Ketua Dewan Pimpinan Presiden Brigjen. Jenderal Tariq Mohammed Abdullah Saleh.
Yaman menderita akibat perang yang dimulai setelah Houthi menguasai ibu kota, Sana’a, dan beberapa provinsi pada akhir tahun 2014.
Konflik meningkat pada bulan Maret 2015 ketika koalisi militer Arab yang dipimpin Arab Saudi melakukan intervensi untuk mendukung pasukan pemerintah yang sah melawan milisi syiah Houthi yang didukung Iran. (hanoum/arrahmah.id)