Al Qur’an adalah petunjuk bagi manusia, memberi petunjuk ke jalan yang harus ditempuh agar mendapatkan hidayah. Manusia memerlukan hidayah –atau petunjuk- dari Allah agar dapat menempuh jalan yang benar, yang menuju sorga nikmat nanti di akherat.
Al Qur’an memuat segala yang diperlukan oleh manusia. Kadang menyebutkannya secara jelas dan detil, kadang diisyaratkan dengan mengikuti petunjuk Rasul, yang menjabarkan isi Al Qur’an itu dalam sabdanya yang mulia. Segala yang diperlukan manusia telah disebutkan oleh Al Qur’an, ini memberikan kesimpulan bahwa yang tidak disebutkan dalam Al Qur’an dan sunnah Nabi adalah tidak diperlukan oleh manusia. Dapat kita ambil contoh sederhana, yaitu gerakan shalat. Segala gerakan shalat disebutkan dengan detil dalam hadits-hadits Nabi, sehingga kita dapat menirunya persis seperti adanya. Begitu juga ibadah wudhu yang disebutkan dengan sangat detil dalam Al Qur’an. Tetapi sebaliknya Al Qur’an –maupun hadits- tidak menjelaskan dengan detil warna dan jenis anjing yang menemani ashabul kahfi, tetapi cukup diisyaratkan dengan menyebutkan anjing tanpa memperinci lebih dalam. Al Qur’an tidak menyebutkan jenisnya, hingga kita tidak tahu apakah anjing itu berjenis dobermen atau herder, atau anjing pudel, atau jangan-jangan anjing itu adalah anjing kampung yang kecil dan kurus kerempeng –tapi membuat musuh takut –lihat kisah mereka dalam surat al kahfi-. Tidak ada keterangan tentang semua itu dalam Al Qur’an, karena bagian itu bukanlah bagian penting yang perlu untuk diketahui.
Begitu juga dalam Al Qur’an tidak pernah ada keterangan mengenai tanggal kelahiran para Nabi, begitu pula tanggal wafat mereka. ini adalah sebagai isyarat bahwa tidak ada kepentingan bagi manusia untuk mengetahui tanggal kelahiran dan kematian para Nabi. jika semua itu penting sudah pasti disebutkan oleh Al Qur’an. ini sebagai isyarat bahwa tidak ada ibadah atau peringatan tertentu yang berkaitan dengan hari lahir dan kematian para Nabi. Maka tidak ada ulama kaum muslimin – yang mengikuti ajaran Nabi- yang menyelidiki hari kelahiran Nabi Musa misalnya, atau hari di mana Nabi Ibrahim dan Nabi Idris dilahirkan. Semua ini tidak dibahas dalam Al Qur’an, juga tidak disinggung oleh Nabi Shallallahu Alaihi wasallam. Juga tidak pernah ada ajaran dari Nabi untuk merayakan hari kelahiran Nabi Ibrahim, Idris, Musa, Nuh, Hud dan sebagainya.
Tiba-tiba hari ini ada segelintir orang yang sok suci dengan merayakan kelahiran Fatimah Az Zahra’. Siapa Fatimah Az Zahra’? Dialah putri Nabi tercinta, mutiara hatinya yang menjadi kecintaannya. Bagaimana dengan Az Zahra’? siapa yang menjulukinya? Tidak ada yang tahu. Yang jelas Nabi sendiri, sang ayah yang tentunya paling mengenal anaknya, tidak pernah menjulukinya sebagai Az Zahra’. Lalu siapa? Tanyakan saja pada yang menjulukinya. Fatimah adalah buah hati Nabi, ibu dari cucu-cucunya tercinta, Hasan dan Husein. Dinikahkan oleh Nabi dengan sepupunya sendiri, yang sudah tentu merupakan manusia pilihan juga, Ali bin Abi Thalib. Fatimah adalah bagian dari Nabi, barang siapa membuat marah Fatimah maka telah membuat marah Nabi, siapa yang membuat marah Nabi maka telah membuat Allah marah. Nabi mengucapkan sabdanya ini ketika marah mendengar Ali telah melamar putri Abu Jahal. Ini adalah ajaran baru yang tidak kita dapatkan dari Nabi dan keluarganya. Jika kelahiran Fatimah memang perlu dirayakan, tentunya Nabi dan keluarganya, anak cucu Fatimah sudah merayakannya lebih dahulu, apalagi para imam yang maksum, jika merayakan kelahiran Fatimah adalah sebuah kemuliaan, maka imam maksum yang tidak merayakannya patut dipertanyakan kemaksumannya, sedang yang dipertanyakan kemaksumannya patut dipertanyakan keimamahannya, apakah dia layak menjadi imam atau tidak. Imam adalah maksum yang tidak perlu diperdebatkan lagi kemaksumannya.
Ketika mendengar kata perayaan hari kelahiran Fatimah, pertama kali yang terlintas di benak yang “bekerja dengan baik dan normal” adalah kapan Fatimah lahir? Hari apa dan tanggal berapa? Inilah pertanyaan pertama yang menjadi dasar awal merayakan hari kelahiran Fatimah. Jawaban bagi pertanyaan ini dapat dicari dalam buku sejarah. Informasi dari buku sejarah tidak seluruhnya kita telan mentah-mentah, sebagaimana kawan-kawan syiah selalu mengajak kita agar tidak menelan apa isi shahih bukhari mentah-mentah. Pertanyaan penting; apakah ada informasi valid –sekali lagi valid- dari buku sejarah tentang hari kelahiran Fatimah?
Ini adalah ajakan bagi kawan-kawan syiah untuk menerapkan “metode ilmiah” yang selalu digembar gemborkan untuk menyerang shahih bukhari, pada ajaran syiah sendiri. sebagai eksperimen adalah peringatan hari kelahiran Fatimah bintir Rasuul. Kemudian bisa dikembangkan ke ajaran-ajaran lain, sampai ke kitab literatur rujukan syiah sendiri. Berani? :P
(www.arrahmah.com)